Saya Tidak Mau Menjadi Seorang Fanatik Part 2

Saya Tidak Mau Menjadi Seorang Fanatik Part 2
Beberapa contoh praktis
Renungkan hal hal yang disinggung Yakobus:
1. Mengekang Lidah
Yakobus berbicara lebih banyak tentang perkataan daripada siapapun dalam Kitab Suci, pasti karena ia telah melihat banyak efek buruk dari kemarahan atau perkataan yang tak terkendali. Ia berbicara tentang kata kata yang mengarah kepada kemarahan. Ia berkata, “Jangan sampai hal itu terjadi. Kendalikan itu. Lambatlah untuk berkata kata, sebab amarah tidak mengerjakan kebenaran yang dikehendaki Allah”
Yakobus sering mengacu kepada Khotbah di bukit. Kita mempunyai sebuah contoh. Anda akan ingat bahwa Yesus pun menganggap amarah sebagai hal yang serius, mengatakan bahwa amarah tidak bisa dimaklumi secara enteng dengan berkata, “Yah, saya memang sedikit kehilangan kontrol. Tetapi, saya memang pemarah. Ayah saya juga pemarah dan saya mewarisinya. Sifat itu mengalir di dalam keluarga saya”. Yesus tidak memaklumi kemarahan semudah itu. Dia berkata bahwa kemarahan dan perkataan yang timbul darinya sama seperti pembunuhan. Sebagaimana Dia lakukan dalam semua pelajaran etikaNya. Dia menudingkan jariNya pada pikiran dan niat hati, menunjukkan apa yang akhirnya mengalir darinya apabila pikiran jahat dan kemarahan tidak dikendalikan.
Dia berkata, “Siapa yang berkata kepada saudaranya: raca” (LAI: Kafir. Raca adalah sebuah istilah yang menghina) “Siapa yang berkata: Jahil!” (kata yang dipakai di sini adalah moros, artinya: seorang yang bodoh secara moral, seorang yang bejar dan tercela; itu adalah sebuah fitnah terhadap kelaukannya) kata Yesus, “Siapa yang berkata: jahil! Harus diserahkan ke dalam neraka yang menyala nyala” (Mat 5:22; lihat ayat 21). Di sini Yakobus mengatakan bahwa orang yang beribadah kepada Yesus Kristus harus mengekang lidahnya.
2. Kebenaran Pribadi.
Saya tidak tahu apakah Yakobus sedang memikirkan Khotbah di Bukit secara khusus di sini, tetapi seandainya demikian, kemungkinan besar ia sedang memikirkan perkataan Tuhan kita, “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di Surga adalah sempurna” (Mat 5:48). Yakobus melukiskan kehidupan benar yang Allah kehendaki sebagai membuang “segala sesuatu yang kotor dan kejahatan yang begitu banyak itu” di zaman kita ini (Yak 1:21).
Kita hidup di zaman yang ditandai oleh kecemaran moral, seperti pada zaman Yakobus. Bahaya pencemaran oleh dunia melalui hiburan, majalah, buku, dan bahkan kehidupan sehari hari, adalah hal yang kita pahami dengan baik. Yakobus meminta kita untuk menjaga diri dari semua itu dan tidak dicemarkan oleh hal hal semacam itu.
Baru baru ini seorang pengusaha berkata kepada saya, “Sungguh tidak dapat dipercaya hal hal yang berlangsung di dunia finansial”.
Saya bertanya, “Apa maksud anda?, apakah maksud anda orang orang memanipulasi pembukuan perusahaan?”
“Lebih buruk daripada itu. Orang orang itu benar benar tidak jujur, bahkan kepada pelanggan mereka”, jawabnya.
Saya bertanya lagi, “Maksud anda mereka merampok dari yang kaya supaya dapat juga merampok dari yang miskin?”
“Tepat sekali”, sahutnya.
Yakobus menyuruh kita untuk menjaga diri jangan sampai dicemarkan oleh hal hal semacam itu, jika kita adalah pengikut Yesus Kristus.
3. Memperdulikan Orang orang malang.
Dalam ayat 27, Yakobus mengatakan bahwa ibadah yang “murni dan yang tidak bercacat adalah mengunjungi yatim piatu dan janda janda dalam kesusahan mereka dan menjaga supaya dirinya tidak dicemarkan oleh dunia”.
Mengapa kita berpikir bahwa kita dapat mengabaikan tindakan yang menunjukkan keadilan social? Evengelikalisme Amerika ditandai oleh sikap yang salah ini. Mungkin itu adalah karena para penginjil begitu peduli tentang Injil atau tentang doktrin pembenaran karena kasih karunia oleh iman, sehingga mereka tidak menghendaki apapun yang dapat mengurangi itu. Mereka sama sekali tidak mau menekankan pada perbuatan baik. Mungkin itulah alasannya. Saya tidak tahu. Mungkin ada alasan lain. Yang saya ketahui adalah bahwa selama kurun waktu yang lama para penginjil Amerika sangat kurang dalam bidang ini.
Bukankah mengherankan bahwa, ketika menulis tentang inti ibadah yang murni, Yakobus berfokus bukan pada soal doctrinal, melainkan soal kelakuan pribadi yang benar? Tentu saja ia tidak sedang membahas pengetahuan akan iman. Jika ia mengatakan bahwa inti dari pengetahuan iman Kristiani adalah mengurus janda janda dan yatim piatu, pendapatnya itu salah. Pengetahuan akan iman Kristiani adalah kematian yang mendamaikan dan kebangkitan yang berkemenangan dari Yesus Kristus. Perbuatan memperdulikan yatim piatu, janda janda, dan berbagai perbuatan amal lainnya adalah bukan pengetahuan dari keKristenan, melainkan ekspresi darinya. Seperti saya katakan, pengetahuan akan Injil adalah karya Allah melalui Kristus bagi keselamatan kita.
Namun, saya akan mendekati persoalan ini dengan cara lain. Perhatikan bahwa Yakobus menulis tentang “ibadah”. Ia mengatakan bahwa ekspresi praktis ibadah seseorang adalah memperdulikan orang lain. Ibadah adalah praktik iman seseorang. Kata ibadah (Eng: Religion) terdiri dari 2 kata latin: re, yang berarti “sekali lagi” dan ligeo yang berarti “mengikat menjadi satu”.

Kita mendapatkan kata ligament darinya. Jadi, ibadah adalah “yang mengikat sesuatu kembali”. Dengan kata lain, ibadah adalah iman yang sedang bekerja, praktik iman. Ibadah adalah iman yang mulai membuat sesuatunya bekerja sama kembali dengan tepat, seperti sebagaimana semestinya.

0 Response to "Saya Tidak Mau Menjadi Seorang Fanatik Part 2"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label