Saya Tidak Mau Menjadi Seorang Fanatik Part 3

Saya Tidak Mau Menjadi Seorang Fanatik Part 3
Mengapa Menjadi Praktis?
Yakobus menginginkan kita menjadi fanatic dalam hal hal berikut. Ia ingin kita menjadi fanatic dalam hal mengekang lidah kita, memperhatikan moralitas pribadi kita dan memperdulikan orang lain.
Mungkin anda berkata, “Saya tidak yakin ingin melakukannya. Kedengarannya begitu sulit. Mengapa saya harus peduli akan semua itu?”
Saya akan memberi jawaban yang diberikan Yakobus dalam ayat ayat yang ditulisnya.
1. Pengenalan diri.
Hanya dengan mempraktikkan apa yang kita dengar, kita bisa mengenal diri sendiri. Dengan kata lain, pengenalan diri itu dibungkus dengan mempraktikkan agama dengan setia. Inilah yang dimaksudkannya dalam gambarannya tentang cermin. Cermin itu adalah Kitab Suci, tentu saja. Ketika anda memandang ke dalam Firman, seperti cermin, dan melihat apa yang dikatakannya, ajaran yang anda temukan harus membuat anda memahami diri sendiri dan kekurangan anda, dan dengan demikian menuntun anda untuk menerapkan hukum Allah pada diri sendiri, sehingga hidup anda berbeda.
Orang macam apa yang mengambil cermin, memandang ke dalamnya, kemudian mengalihkan matanya dan tidak berbuat apa apa?, anda melihat ke dalam cermin untuk melihat apakah ada sesuatu yang harus diperbaiki dari penampilan anda. Sudahkah anda mencuci muka?, sudahkah anda menyisir rambut anda?, apakah pakaian anda sudah disetrika dengan baik?, apakah dasi anda lurus?, anda melihat ke dalam cermin untuk melihat segala sesuatu sebagaimana adanya.
Yakobus mengatakan bahwa ketika anda membaca tentang keKristenan sejati dan melihat jenis kehidupan yang harus anda jalani, itu tidak supaya anda pergi keluar dan berbicara secara terpelajar tentang jenis kehidupan itu, tetapi supaya anda bisa pergi keluar dan menjalankan kehidupan itu. Jadi, hal pertama yang terjadi ketika anda menatap dengan seksama ke dalam persyaratan keKristenan sebagaimana yang anda temukan dalam Alkitab adalah bahwa anda melihat orang macam apa anda.
Apakah anda benar benar menjalani hal tersebut? atau anda hanya pura pura melakukannya?, apakah anda melukakan hal hal dangkal dan bukan yang penting? Satu satunya tempat dimana anda akan menemukan jawaban atas semua pertanyaan tersebut adalah Firman Allah. Satu satunya tempat dimana anda benar benar menemukan tentang diri anda adalah di dalam Alkitab.
Kita semua memiliki ide yang sangat menyimpang dari diri kita sendiri. Pasangan anda mungkin tahu anda seperti apa, tetapi orang yang paling tidak tahu anda sebenarnya apa adalah anda sendiri.
Dalam How To Win Friends And Influence People, penceramah motivasi terkenal, Dale Carnegie, menceritakan kisah seorang gangster New York yang dikenal sebagai “Two-gun”, Crowley, yang terkenal di decade awal abad itu. Pada suatu kesempatan, seorang polisi menghentikan mobilnya dan memintanya untuk menunjukkan surat ijin mengemudinya. Crowley meraih ke dalam saku rompinya, menarik keluar salah satu dari dua senjatanya yang selalu ia bawa, dan menembak polisi itu. Kemudian, ia mengambil senjata polisi itu sendiri dan menembaknya sekali lagi. Orang semacam itulah ia, kejam dan garang. Ia menjadi sasaran perburuan manusia yang intensif, dan akhirnya tempat persembunyiannya dikepung polisi dan Crowley pun ditangkap.
Apakah yang dipikirkan Crowley tentang dirinya sendiri?, Apakah ia berkata, “Saya ini orang jahat, saya menembak seorang polisi?”, sama sekali tidak. Setelah ia ditangkap, polisi menemukan sebuah catatan di apartemen pacarnya, tempat ia berada ketika terjadi baku tembak. Catatan itu berlumuran darah akibat pertarungan. Dalam catatan ini ia telah menulis kata kata sebagai berikut: “Di bawah mantel ini berdtak sebuah hati yang hangat, ramah dan tidak mau melukai siapapun”. Ketika ia akhirnya, dibawa ke penjara Sing Sing dan dihukum mati, kata kata terakhirnya adalah, “Inilah yang kuperoleh karena membela diri”.
Jika seorang penjahat seperti Two Gun Crowley tidak melihat kejahatan dalam hidupnya, sudah pasti anda dan saya, yang dianggap “orang baik”, tidak melihatnya, kecuali Allah menyatakannya kepada kita melalui FirmanNya. Sekali lagi saya katakana bahwa satu satunya cara agar kita dapat mengetahui seperti apa kita adalah jika kita berhadapan dengan hal hal yang diperintahkan Tuhan Yesus kepada kita, itu jika kita serius ingin hidup bagiNya di dunia ini.
2. Perkenan Allah.
Di samping belajar tentang diri kita sendiri, kita juga mencari tahu apa yang kita lakukan supaya kita berkenan kepada Allah. Itulah yang dikatakan Yakobus dalam ayat 27, “Ibadah yang berkenan bagi Allah, Bapa kita, adalah mengunjungi yatim piatu dan janda janda dalam kesusahan mereka dan menjaga dirinya sendiri agar tidak dicemarkan oleh dunia” (KJV).
Kata “berkenan” dipakah dalam berbagai cara dalam Alkitab versi King James. Ada penerimaan akan kita oleh Allah dalam Kristus yang berkaitan dengan pembenaran atas kita. Ketika Paulus menulis dalam Efesus 1:6, bahwa Allah telah membuat kita, “berkenan bagiNya di dalam Dia yang dikasihiNya” (KJV), ia mengacu kepada penerimaan semacam itu. Namun bukan ini yang ada dalam pemikiran Yakobus. Ia berpikir menurut jalan pikiran Paulus ketika ia menulis dalam Filipi 4:18, dimana ia berbicara tentang pelayanan orang orang kudus di Filipi, sebagai “suatu korban yang berkenan”. Apa yang mereka lakukan berkenan bagi Allah karena sesuai dengan apa yang dijabarkan olehNya dalam Kitab Suci untuk mereka lakukan.
Ketika Yakobus berkata, “Ibadah yang berkenan….yaitu ini” (KJV), ia menyatakan secara tidak langsung bahwa ada ibadah yang tidak berkenan kepada Allah. Apakah itu? Jelas, ibadah yang tidak berkenan adalah ibadah yang merupakan perkataan semata mata, iman yang tidak disertai oleh perbuatan baik.
3. Berkat Pribadi.
Kehidupan ibadah yang sejati ini, di samping memberi kita pengenalan diri dan perkenan Allah, juga memberi kita berkat pribadi. Dalam ayat 25, Yakobus berkata, “Barangsiapa meneliti hukum yang sempurna, yaitu hukum yang memerdekakan orang, dan ia bertekun di dalamnya, jadi bukan hanya mendengar untuk melupakannya, tetapi sungguh sungguh melakukannya, ia akan berbahagia oleh perbuatannya”.
Saya bertanya, “Apakah anda ingin supaya Allah memberikati anda?”
“tentu saja, saya mau”, jawab anda.
Nah, jika demikian, inilah cara untuk memperoleh berkat itu:
[1] Baca Alkitab
[2] Cari tahu apa yang hendak dikatakannya, dan
[3] Hidup menurut apa yang anda temukan di sana.
Sederhana, bukan? Ya, tetapi berapa banyak orang yang benar benar melakukannya?
4. Berkat Bagi Orang Lain.
Akhirnya, perbuatan ini bukan saja memberi berkat bagi kita, melainkan juga bagi orang lain. Dapatkah kita bayangkan bahwa ketika kita cepat untuk mendengar, lambat untuk berkata kata, dan lambat untuk marah, berkat tidak akan datang kepada orang orang yang kita ajak bicara, yang bersikap sebaliknya, marah atau lambat untuk mendengar?
Ketika kita membaca bahwa kita harus menjaga diri dari kecemaran moral dan kejahatan yang begitu banyak di dalam dunia, apakah kita pikir bahwa itu bisa terjadi tanpa berkat dalam kehidupan mereka yang berhubungan dengan kita? Ketika kita memperdulikan yatim piatu dan janda janda, dan orang lain yang membutuhkan perhatian khusus, dapatkan kita berpikir bahwa perbuatan semacam itu tidak akan menjadi berkat bagi mereka? Tentu saja tidak.
Dalam semua itu, orang lain akan diberkati melalui ketaatan kita. Jadi, ketika kita melakukan hal hal seperti itu, kita menjadi sesuatu yang jelas dikehendaki Tuhan Yesus Kristus bagi murid muridNya ketika Dia berkata, “Kamu adalah garam dunia” (Mat 5:13) dan “terang dunia” (ayat 14).
Ada berbagai macam orang fanatic. Beberapa diantaranya sangat fanatic. Saya mengenal seorang wanita muda dari latar belakang Yahudi yang akan pulang ke kampung halamannya untuk mengikuti upacara bar-mitzvah. Saudara perempuannya memohon kepadanya, “Jika engkau pulang ke rumah, tolonglah supaya jangan merusak upacara bar-mitzvah ini”. Maksudnya adalah “Jangan berbicara tentang Yesus”. Wanita yang minta didoakan ini berkata, “Saya tidak berniat merusak apapun yang berlangsung, tetapi apa yang harus saya jawab ketika mereka berkata, “Oh, saya sudah lama tidak bertemua dengan anda. Ada kabar baru apa?”, ia hanya mempunyai satu jawaban, “Apa yang baru adalah Yesus”. Saya rasa saya akan menyebut wanita ini fanatic, dan saya rindu kita semua menjadi fanatic dalam artian itu.
Pesan Yakobus adalah bahwa kita semua harus menjadi fanatic, bukan saja dengan menyampaikan Injil, tetapi juga melalui kelakukan kita sehari hari. Dengan demikian, kita akan mendapati orang lain ingin menjadi fans Yesus juga.

Hasil Pemikiran dari: James M Boice

0 Response to "Saya Tidak Mau Menjadi Seorang Fanatik Part 3"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label