Etika Dunia Kerja & Globalisasi Part 2

Etika Dunia Kerja & Globalisasi Part 2

“Bagaimana Kita Dapat Kehilangan Arah?”
Tersesat Di Samudera Raya
Senin, 24 April 2005, Troy Driscoll (15), dan Josh Hunt (17), berangkat dari pantai Charleston, Carolina Selatan untuk memancing dengan menaiki perahu layar 4.2 meter milik mereka yang dinamai Sunfish. Mereka tidak berencana untuk pergi lama, mereka hanya ingin menguji jalannya kapal yang baru saja mereka perbaiki. Mereka pergi tanpa membawa kemudi, tiang kapal, layar, makanan, air bersih atau telepon seluler. Mereka juga tidak mengetahui petunjuk penggunaan kapal kecil. Akibatnya, ombak besar dan tiupan angina membawa mereka sejauh 45.07 kilometer.
Mereka diombang ambingkan ombak. Dan, gelombang air pasang hampir saja menenggelamkan kapal mereka. Mereka mendayung sekuat tenaga, tetapi arus air masih terlalu kuat. Mereka melemparkan jangkat, tetapi jangkar itu mengikuti mereka seperti mata kail. Josh mengikatkan tali di dadanya dan mencoba berenang ke pantai, tetapi gagal. Dengan kelelahan ia naik kembali ke kapal, dan mereka memandang dengan putus asa kea rah pantai yang semakin menghilang dari kejauhan. Kapal mereka terapung apung tanpa tujuan seperti sepotong kayu dan semua orang, kecuali keluarga mereka, menganggap mereka sudah mati.
Namun sungguh menakjubkan, pada hari sabtu, 30 april sesudah tujuh hari berlalu, mereka ditemukan perahu nelayan pada lokasi 11.27 km dari Cape Fear, Carolina Utara atau 178.68 km dari Charleston dalam keadaan hidup.
Apa yang menyebabkan pengalaman mengerikan Troy dan Josh saat tersesat di samudera raya juga adalah yang menyebabkan pengalaman mengerikan kita saat tersesat di tempat kerja. Kedua pemuda itu melaut tanpa persiapan, dalam kondisi cuaca yang buruk dan tidak berdaya melawan arus untuk pulang. Setiap minggu kita memasuki lautan ganas yang disebut tempat kerja, tanpa persiapan untuk mengantisipasi apa yang mungkin kita hadapi, dalam kondisi badai dan tanpa peralatan untuk melawan arus yang menyeret kita menjauh dari pantai. Kemudian kita tertegun menyadari betapa jauh kita telah pergi.
“Mengapa kita membuat keputusan keputusan tidak etis?”
Orang orang membuat keputusan keputusan tidak etis karena beberapa alasan:
“Menyerah saja”
Majalan Time edisi 18 Januari 2002 menghadirkan pembongkar skandal Enron, Sharon Watkins, sebagai tokoh minggu ini, ketika melakukannya, Watkins adalah wakil direktur Enron bidang pengembangan perusahaan. Pada bulan Agustus 2001, ia menulis surat tajam 7 halaman yang terus terang dan tanpa basa basi kepada atasannya, Ken Lay, isinya berkenaan dengan penyelewengan dalam perusahaan dan kemungkinan kejatuhan Enron bila hal itu tetap dibiarkan. Surat itu ditulis sedemikian rupa dan mengesankan bahwa ia tahu bahwa ia tidak menceritakan hal hal yang belum diketahui atasannya. Sharon Watkins tidak ingin menyerah dalam menjaga etika dan reputasinya tanpa menantang atasannya, walaupun itu dapat berarti adanya kemungkinan pembalasan.
Ketika menghadapi situasi satu pilihan sulit berkenaan dengan prinsip dan praktik etika, kita dapat memilih untuk melakukan hal yang paling sesuai. Kita dapat mengikuti arus, mengambil jalan yang mudah dan berusaha tidak menimbulkan gelombang. Ketika kita mengikuti arus, arus itu dapat menyeret kita ke perairan yang berbahaya. Nasib kita mungkin tidak sebaik dua pemuda dari Charleston itu.
“Melanjutkan saja”.
Ketika menghadapi satu pilihan sulit berkenaan dengan prinsip atau praktik etika, kita dapat memilih untuk melakukan yang kita perlukan untuk maju. Ini mungkin berarti kita adalah orang yang mengambil keputusan keputusan tidak etis demi memajukan karier kita. Sebab kita percaya kepada pepatah lama, “Orang baik panjang umurnya”.
Bill adalah pramuniaga di perusahaan yang menjual perahu motor. Sepasang suami istri datang untuk melihat lihat perahu, dan si suami terpikat kepada Perahu motor Stingray 240LS sepanjang 7.2 meter. Bill merasa gembira. Bulan itu penjualan sedang sepi. Ia sangat mengharapkan transaksi jual beli ini untuk membayar tagihannya yang sudah menumpuk. Atasannya terus menerus menunjukkan kekurangan kinerjanya dan sudah membicarakan tentang penggantian karyawan. Namun, ketika Bill sedang dapam proses tawar menawar dengan pasangan ini, ia menyadari bahwa perahu ini akan sangat membebani keuangan pembelian. Sebuah model yang lebih murah tampak lebih cocok untuk pasangan itu, walaupun itu berarti berkurangnya uang yang masuk ke kantongnya.
Ia mempertimbangkan itu sejenak sebelum kemudian tetap menyarankan pembelian itu. Bill memilih memajukan kariernya daripada integritas etisnya.
Pilihan untuk melanjutkan saja ini mungkin berarti ketika kita melihat perusahaan kita terseret ke perairan gelap, kita memutuskan lebih melakukan yang terbaik untuk masa depan professional kita sambil tetap tutup mulut daripada melakukan langkah terbaik untuk masa depan rohani kita. Namun demikian, tetap tutup mulut atau mengikuti saja keputusan atau tindakan tidak etis itu sama seperti melangkah ke pasir apung. Kita malah akan semakin tenggelam.
“Karier dan Fasilitas”.
Ketika menghadapi satu pilihan sulit berkenaan dengan prinsip atau praktik etika, kita dapat memilih untuk menggapai uang dan kesenangan. Masih erat hubungannya dengan pilihan untuk meneruskan saja, pilihan ini lebih menitikberatkan pada sesuatu yang diberikan pekerjaan itu daripada karier itu sendiri.
Tom, seorang staf penjualan di satu perusahaan farmasi ditekan untuk mempromosikan satu jenis obar, bahkan sesudah muncul laporan yang mempertanyakan keamanan obat itu untuk dikonsumsi. “Kalau saya mempertahankan moral saya dalam pekerjaan, saya akan kehilangan pekerjaan saya, mobil saya, rumah dengan kolam renang saya, dan juga perjalanan perjalanan menyenangkan yang dibiayai kantor, katanya”.
Ia lebih prihatin dengan kehilangan kesenangan dan hartanya daripada kehilangan integritasnya.
“Rasionalisasi”
Tahun 2002, satu masa yang oleh beberapa orang disebut musim kemarau etika, 84 persen mahasiswa yang disurvei mengatakan mereka percaya Amerika Serikat sedang mengalami krisis usaha, dan 77 persen percaya bahwa para CEO adalah yang harus bertanggung jawab atas hal itu.
Tetapi 59 persen dari mahasiswa yang sama mengakui telah menyontek dalam ujian, dan hanya 19 persen yang mengatakan bahwa mereka akan melaporkan teman sekelasnya yang menyontek. Menari jika diperhatikan bahwa kita dapat menuntut integritas dari orang lain, tetapi tidak menuntutnya dari diri kita sendiri.
Ketika menghadapi satu pilihan sulit berkenaan dengan prinsip dan praktik etika, kita dapat memilih untuk merasionalkan pilihan pilihan kita. Kita dapat beralasan bahwa semua orang juga melakukan hal itu, atau kita dapat memilih menurut apa yang tampaknya benar untuk saat itu. Kita mungkin berpikir bahwa dalam lingkungan kerja kita banyak teman makan teman, sehingga kita lebih baik memakan daripada dimakan. Penulis mengenal banyak pengusaha, laki laki dan perempuan, yang benar benar melihat secara dikotomis antara dunia kerja dan dunia Gereja. Pada hari minggu mereka berpikir dan bertindak sedemikian rupa, tetapi pada hari senin sampai jumat mereka berpikir dan bertindak dengan cara yang sama seperti dilakukan oleh dunia.
Suatu majelis Gereja mengadakan rapat untuk memutuskan yang harus mereka lakukan terhadap asisten Pendeta yang telah perbuatan asusila. Pendeta senior mengatakan bahwa ini adalah masalah disiplin Gereja dan mengajukan langkah langkah Alkitabiah untuk menanganinya. Seorang majelis Gereja berbicara, saya tidak setuju. Itu lebih merupakan masalah bisnis daripada masalah Gereja. Pendeta ini memiliki banyak pengikut di Gereja ini, dan bila kita mendisiplinkannya, hal itu akan membuat berkurangnya jumlah jemaat dan pendapatan Gereja. Jika dalam bisnis, cara menanganinya adalah dengan diam diam melepas jabatan jabatannya. Lalu kirim dia pergi secara baik baik, dan tak akan ada orang yang curiga. Banyak majelis lain mengangguk setuju.
Dalam menghadapi dilemma etis, kia dapat memilih untuk menyerah, melanjutkan, mengutamakan keuntungan dan kesenangan atau merasionalkan. Bila kita memilih untuk melindungi karier kita dan bukannya menentang praktik praktik tidak etis, cepat atau lambat keputusan ini akan mencelakai diri kita sendiri. Alkitab memperingatkan bahaya bahaya yang mungkin kita hadapi. Kidung Agung 2:15 mengatakan, “Tangkaplah bagi kami rubah rubah itu, rubah rubah yang kecil, yang merusak kebun kebun anggur, kebu kebun anggur kami yang sedang berbunga!”.
“Rubah rubah kecil” itu adalah hal hal kecil – dosa dosa kecil, rasionalisasi kecil, dan suap suap kecil – yang kita biarkan masuk ke kehidupan kita. Hal hal semacam itu memakan anggur anggur manis dari kehidupan kita. Kebohongan untuk melakukan satu penjualan akan memudahkan munculnya kebohongan kebohongan lain. Surat 1 Korintus 5:6-7 memperingatkan bahwa sedikit ragi sudah cukup untuk mengkhamiri seluruh adonan.
Pengkhotbah 10:1, mengatakan, “Lalat yang mati menyebabkan urapan dari pembuat urapan berbau busuk, demikian juga sedikit kebodohan lebih berpengaruh daripada hikmat dan kehormatan”. Inilah yang ditakutkan oleh Watkins, “Saya khawatir kalau kalau kita akan terseret arus skandal pembukuan ini”, tulisnya kepada Lay. Delapan tahun masa kerja saya di Enron akan tidak ada artinya untuk catatan riwayat karier saya, dunia bisnis akan menganggap kesuksesan di masa lalu saya hanya sebagai tipu daya pembukuan bersama. Ia memperingatkan bahwa Lay harus melakukan hal yang benar agar rubah rubah kecil di Enron ini tidak akan merusak catatan delapan tahun kehormatan dan kebijaksanaannya.
Namun Lay tidak melakukan yang benar. Dapatkan kita melakukan hal yang lebih baik?
“Mendefinisikan Apa Yang Benar”.
Ada banyak pandangan tentang cara membuat keputusan yang benar, antara lain:
“Yang kuat adalah yang benar”.
Kebenaran ditentukan oleh siapa yang paling berkuasa. Pandangan ini tidak membedakan antara kekuasaan dan kebaikan. Hal ini tampak di tempat kerja ketika manusia setengah dewa di perusahaan mengangkat satu jarinya dan semua orang gemetar. Keputusan keputusan yang diambil oleh beberapa orang kaya yang ingin menjadi lebih kaya menimbulkan kejatuhan di Enron, membuat 4000 orang kehilangan pekerjaan dan melenyapkan dana simpanan dan pensiun mereka. Enron terlilit hutang sebesar 65 milliar dollar.
“Mayoritas adalah yang benar”.
Kebenaran moral ditentukan oleh kelompoknya. Berkuasanya kelompak mayoritas tidak menentukan bahwa mayoritas itu benar. Misalnya, seperti seluruh anggota masyarakat di Jonestown yang melakukan bunuh diri. Hanya karena dewan direktur memutuskan satu tindakan, tidak berarti bahwa tindakan itu pasti benar. Keputusan itu mungkin menggantungkan mereka, tetapi melukai banyak orang lain. Hanya karena kelompok mayoritas di sekitar pekerja pabrik memilih untuk mengesahkan satu kontrak yang meragukan, tidak berarti tindakan mereka itu benar.
“Tindakan apapun benar”.
Tindakan yang benar adalah yang saya putuskan sebagai yang benar. Teori ini menyiratkan bahwa setiap tindakan dapat dianggap benar, bahkan bila itu menghasilkan kekejaman, kebencian atau kesewanang wenangan. Seorang pengusaha akan dapat bersikap seperti ini saat masih para karyawannya ada dalam genggamannya. Banyak karyawan di perusahaan kecil menjadi tidak aman maksudnya mereka dapat diberhentikan sewaktu waktu kalau pemilik usahanya tidak membutuhkan mereka lagi. Mereka tidak mempunyai kontrak kerja sehingga mereka hanya bekerja sepanjang pemilik usaha itu menyukai mereka. Seorang pemilik usaha dapat memecat karyawannya, menghancurkan kehidupan mereka, tanpa konsekuensi. Para karyawan itu tidak mempunyai penolong.
“Jalan tengah adalah yang benar”.
Moralitas ditemukan dalam tindakan moderat. Jalan tengah tidak selalu merupakan tindakan terbaik atau yang paling etis. Sebenarnya, dalam kehidupan yang serba cepat ini, berdiri di tengah jalan sama saja berada di tempat berbahaya. Ada pendapat bahwa kompromi, yang sering membawa orang ke jalan tengah, adalah oli bisnis dan politik. CEO sukses perusahaan pemasaran besar berkata kepada salah satu penulis, “Anda harus memberi sedikit untuk mendapatkan sedikit. Anda harus mencari jalan lain guna mendapatkan apa yang anda inginkan. Itulah harga dalam bisnis”. Kompromi menunjukkan satu sikap mengalah yang mungkin memiliki dampak merusak. Seperti yang sudah kita lihat, mengikuti arus adalah cara termudah untuk tersesat di lautan.
“Yang menyenangkan adalah yang benar”.
Yang paling menyenangkan dan paling tidak menyakitkan itulah yang benar. Tetapi tidak semua kesenangan itu baik, dan tidak semua penderitaan itu buruk. Ada satu perusahaan yang menerapkan pertanyaan ini sebagai alat untuk mengevaluasi semua keputusan yang diambil, “Bagaimana perasaan anda terhadap hal ini?”. Dasar pemikiran di balik konsep ini adalah bahwa setiap staf harus merasa nyaman dengan keputusan yang diambil, karena jika tidak, ia tidak akan mendukung dan menerapkan keputusan itu sebagaimana semestinya. Anggota staf mengadakan rapat untuk membicarakan kemungkinan tindakan yang perlu diambil dan kepada masing masing anggota diajukan pertanyaan tentang perasaan ini. Bila seseorang tidak merasa senang berkenaan dengan keputusan yang akan diambil, keputusan ini tidak jadi diambil, alias ditangguhkan.
Di permukaan, hal ini tampaknya bijaksana dan menarik, khususnya bagi generasi muda. Tetapi kenyataan yang harus dihadapi adalah banyak keputusan yang memang berat dan tidak selalu membuat kita senang. Namun, tetap saja keputusan itu diperlukan. Penulis tidak pernah merasa senang dengan tindakan penurunan jabatan atau pemberhentian karyawan, tetapi kadang kadang hal itu adalah yang benar dan perlu dilakukan. Metode perasaan ini bukan saja cara yang buruk dalam menjalankan bisnis tapi juga cara hidup yang narsistik.
“Cara Tuhan adalah yang benar”.
Hukum moral berasal dari pemberi hukum moral. Karena itu, apapun tindakan yang disebut baik oleh Allah berarti memang baik. Secara moral, ia mutlak baik. Apapun perbuatan yang disebut baik oleh Allah adalah perbuatan yang memang baik. Sebaliknya, bila Allah mengatakan suatu perbuatan jahat, itu memang jahat. Dengan demikian, kebaikan moral itu bersifat mutlak dan dapat ditentukan. Pendekatan inilah yang membentuk dasar etika Kristen. Jadi, kita harus mengetahui perkataan Allah tentang tindakan kita dan menanggapi menurut ukuranNya.
Selalu muncul pertanyaan sehubungan dengan sah tidaknya menggunakan Alkitab atau berpaling kepada Allah untuk meminta bimbingan dalam bisnis. Seperti yang sudah disebutkan sebelumnya, banyak orang Kristen tidak menyadari berlimpahnya ilmu bisnis yang terkandung di dalam Alkitab. Perhatikan beberapa hal berikut ini:
122 dari 132 kemunculan Yesus di depan umum adalah di tempat kerja
45 dari 52 perumpamaan Yesus yang dicatat mempunyai konteks tempat kerja
Dalam Kisah Para Rasul 39 dan 40, campur tangan Tuhan adalah di dalam dunia usaha.
Yesus menghabiskan lebih dari separuh masa dewasaNya sebagai tukang kayu. Dia bekerja sampai berumur 30 tahun dan baru sejak itu Dia memulai satu pelayanan khotbah selama 3.5 tahun.
Gereja didirikan para pengusaha. Tak seorang pun di antara para rasul atau pemimpin Gereja yang tergolong dalam pejabat agama. Petrus, Andreas, Yohanes dan Yakobus adalah nelayan bekerja dalam industri makanan. Matius pemungut cukai dan pegawan pemerintah. Natanael mungkin seorang petani. Markus mungkin seorang pengusaha. Paulus pembuat kemah. Lukas seorang dokter. Ketujuh orang yang dipilih semuanya pengusaha (Kis.6). orang Etiopia pertama yang bertobat adalah bankir dan pegawai pemerintah. Lidia (Kis.16) adalah penyalur kain atau bahan tenunan. Kornelius adalah pejabat militer senior, dan Simon si penyamak kulit memiliki bisnis barang barang yang terbuat dari kulit.
Keempat Injil ditulis pengusaha dan orang orang awam, dokter, pensiunan pemungut cukai, nelayan dan Markus, yang berasal dari keluarga berada, mungkin menjalankan bisnis keluarga
Gereja ditampilkan dalam latar belakang tempat bisnis (Kis 1 dan 10). Yang pasti, Gereja bukan ditampilkan dalam latar belakang agamawi, seperti di bait suci atau sinagoga, melainkan di rumah pribadi, kemungkinan besar adalah milik seorang pengusaha. Karena kapasitas ruang atasnya mampu menampung setidaknya 120 orang, tentu itu adalah bagian dari sebuah rumah besar (1:13-15). Kebanyakan rumah dengan ukuran ini memiliki lantai dasar yang digunakan untuk bisnis dan lantai atas yang digunakan sebagai tempat tinggal. Bila memang begitu, artinya Gereja lahir dalam latar belakang sekuler yaitu di tempat kerja.
Ketika tiba waktu untuk memperkenalkan satu prinsip revolusioner bahwa bangsa bangsa non Yahudi dapat dan hendaknya diterima dalam Gereja. Allah menggunakan 3 pemimpin yang adalah pengusaha: Petrus, Simon si penyamak kulit dan Kornelius yang pejabat militer (Kis 10). Allah pun mengubah hati Petrus di dekat tempat bisnis, di rumah tempat tinggal dan tempat kerja, seorang penyamak kulit.
Markas markas Gereja International didirikan di Antiokhia, sebuah pusat bisnis dan perniagaan
Alkitab membicarakan banyak aspek bisnis. Alkitab memberi pedoman kepada para majikan tentang cara memperlakukan karyawan mereka, kepada karyawan tentang cara menyikapi majikan atau atasan mereka, dan kepada perusahaan tentang cara menghadapi pelanggan mereka. Kita akan membahas tentang “Apa itu etika? Secara lengkap pada saatnya.
Kitab Amsal dalam Perjanjian Lama juga memberikan banyak panduan mengenai kepemimpinan, kekuasaan, kemitraan, pengambilan keputusan, etika dalam berbisnis dan bekerja, sasaran, ketamakan, integritas, uang, persaingan, keuntungan, perencanaan, penipuan, kesuksesan, kejujuran, kemurahhatian, hutang, hubungan dengan klien, dan bahkan pemasaran.
Bagaimana kita dapat kehilangan etika kita?, yaitu ketika kita memutuskan untuk melakukan yang paling nyaman, yang tampaknya paling memajukan karier kita, atau yang paling menjanjikan paling banyak. Dan, bagaimanapun setiap orang mengambil jalan pintas yang sama. Alasan kita kehilangan etika karena kita tidak tahu cara memilih yang benar untuk kita lakukan. Ini membuat etika kita tersesat di belantara pekerjaan.
Kita perlu mengembangkan kompas etika untuk memandu kita melalui jalan berliku dalam pekerjaan, untuk menunjukkan standar standar Allah ketika kita menghadapi para pelanggan, rekan kerja dan perusahaan. Ingat, kompas memiliki titik titik pasti utara selalu berarti utara, dan selatan selalu berarti selatan. Setiap kompas etika mempunyai titik titikm pasti, tetapi kita perlu menentukan pribadi absolut yang kita pakai dalam menentukan arah. Dari mana asal keabsolutan ini?, bahkan anda mungkin bertanya tanya apakah nilai moral yang absolut itu memang ada.
Untuk memahami pertanyaan pertanyaan ini, kita harus memahami landasan nilai moral kita. Itulah topic yang akan dibicarakan lebih lanjut.

Hasil pemikiran dari: DR. Randall Douglass

Rekomendasi Buku:


MATTHEW HENRY: TAFSIRAN KITAB AMSAL

http://www.momentum.or.id/index.php/mod_detil/10300010/id/




0 Response to "Etika Dunia Kerja & Globalisasi Part 2"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label