Etika Pemerintah; Politik & Globalisasi Part 2

Etika Pemerintah; Politik & Globalisasi Part 2

“Posisi Anti Pemaksaan: Ketidaktaatan Kepada Hukum hukum yang memaksa kita untuk berbuat jahat”
Posisi ini setuju dengan posisi anti penerapan hukum di dalam mempertahankan bahwa ada saat saat dimana seorang Kristen tidak harus mentaati hukum hukum sipil. Mereka berbeda hanya pada bentuk peristiwa peristiwa itu dan perbedaan perbedaan di antara kedua posisi mengenai ketidaktaatan terhadap pemerintah ini yang akan dijelaskan.
Perbedaan antara dua pandangan tersebut dapat ditunjukkan oleh beberapa ilustrasi. Menurut posisi anti penerapan hukum, seorang warga Negara harus mentaati pemerintah melarang pengajaran penciptaan di sekolah sekolah negeri, karena keputusan ini bertengangan dengan Firman Allah. Mereka mengklaim bahwa hal ini membatasi kebebasan kelompok penciptaan untuk mengekspresikan pandangan mereka, yang didasarkan pada posisi anti pemaksaan, orang Kristen tidak harus mentaati hukum ini karena pemerintah tidak memaksa dia untuk mempercayai atau mengajarkan bahwa penciptaan itu salah, demikian juga jika pemerintah tidak meniadakan kebebasannya untuk mengajarkan penciptaan di luar kelas kelas sekolah negeri. Jika suatu pemerintah memerintahkan bahwa penciptaan tidak dapat diajarkan dimana mana, maka pemerintah itu akan menindas dan tidak dapat ditaati.
2 Pandangan tentang bilamana tidak mentaati pemerintah:
“Posisi Anti penerapan hukum”
a. ketika kejahatan diizinkan
b. ketika hukum hukum yang jahat disebarkan
c. ketika kebebasan dibatasi
d. ketika tertindas secara politis.
“Posisi Anti pemaksaan”
a. ketika pemerintah memerintahkan kejahatan
b. ketika pemerintah memaksakan tindakan tindakan yang jahat
c. ketika pemerintah meniadakan kebebasan
d. ketika pemerintah menindas agama.
Aborsi merupakan masalah lainnya yang memfokuskan perbedaan antara kedua pandangan tersebut. Dengan menyetujui bahwa aborsi itu bertentangan dengan Firman Allah, pandangan anti penerapan hukum mendesak bahwa seorang warga Negara memiliki untuk masuk ke dalam ketidaktaatan terhadap pemerintah untuk menentang aborsi. Di sini penganut penerapan anti penerapan hukum terbagi dalam 2 kelompok: mereka yang menyukai tindakan tindakan yang keras seperti membom klinik klinik dan mereka yang hanya menyukai ketidaktaatan yang tidak keras seperti aksi duduk duduk di klinik illegal.
Sebalinya, anti pemaksaan yakin bahwa tidaklah keliru untuk tidak mentaati hukum untuk memproses aborsi. Hal ini disebabkan oleh adanya suatu perbedaan antara hukum yang mengijinkan aborsi. Kita harus memprotes hukum hukum yang tidak adil secara legal. Tetapi kita tidak harus mentaatinya. Merupakan satu hal bagi suatu pemerintah untuk membiarkan yang lain melakukan kejahataqn, tetapi merupakan hal lain lagi bagi pemerintah untuk memaksa satu individu untuk melakukan kejahatan. Hanya dalam kasus terakhir ketidaktaatan terhadap pemerintah dibenarkan.
“Dasar dasar Alkitabiah untuk posisi anti pemaksaan”
Ada beberapa contoh dari Alkitab yang tidak mentaati pemerintah tetapi hal ini disetujui oleh Tuhan. Dalam setiap kasus ada 3 elemen dasar: pertama, suatu perintah dari penguasa yang ditunjuk oleh Tuhan yang bertentangan dengan Firman Allah. Kedua, satu tindakan ketidaktaatan terhadap perintah tersebut. Dan terakhir, beberapa macam persetujuan dari atas secara eksplisit atau implisit mengenai penolakan untuk mentaati para penguasa.
Penolakan untuk membunuh bayi bayi yang tidak bersalah – Di dalam Keluaran 1:15-21, Firaun memerintahkan agar setiap bayi laki laki Ibrani dibunuh oleh para bidan. Tetapi bidan bidan Ibrani yaitu Sifra dan Pua, “takut akan Allah dan tidak melakukan seperti yang dikatakan raja Mesir kepada mereka dan membiarkan bayi bayi itu hidup” (ayat 17). Sebagai akibatnya, “Allah berbuat baik kepada bidan bidan itu, bertambah banyaklah bangsa itu dan sangat berlipat ganda. Dan karena bidan bidan itu takut akan Allah, maka Ia membuat mereka berumah tangga” (Ayat 20-21).
Penolakan atas perintah Firaun untuk tidak menyembah Allah – Musa memohon kepada Firaun, “Biarkan umatKu pergi untuk mengadakan perayaan bagiKu di padang gurun” (Keluaran 5:1). Tetapi Firaun berkata, “Siapakah Tuhan itu yang harus kudengarkan firmanNya untuk membiarkan orang Israel pergi?, tidak kenal aku, Tuhan itu dan tidak juga aku akan membiarkan orang Israel pergi”. (ayat 2). Tetapi anak anak Israel meninggalkan Mesir dengan pertunjukan spektakuler yaitu campur tangan ajaib demi kepentingan mereka (Keluaran 7-21).
Nabi nabi yang menolak untuk dibunuh oleh Ratu Izebel – Di dalam 1 Raja raja 18:4, Ratu Izebel yang jahat, “melenyapkan nabi nabi Tuhan”. Berlawanan dengan perintah Izebel, Nabi Obaja “mengambil seratus orang nabi, lalu menyembunyikan mereka…dalam gua dan mengurus makanan dan minuman mereka”. Meskipin persetujuan eksplisit mengenai tindakannya tidak dicantumkan, seluruh konteks dan ciri penyajian mengandung makna bahwa tindakannya disetujui oleh Tuhan (ayat 13-15), karena pemerintah tidak mempunyai hak untuk mendorong pembunuhan terhadap hamba hamba Allah yang tidak bersalah.
Penolakan untuk menyembah berhala – Di dalam Daniel 3, pemerintah memerintahkan untuk setiap orang dalam Kerajaan “haruslah sujud menyembah patung yang telah didirikan raja Nebukadnezar itu” (Daniel 3:5). Tetapi, ketiga anak anak Ibrani itu, tidak mengindahkan dengan berkata, “hendaklah tuanku mengetahui, ya raja, bahwa kami tidak akan memuja dewa tuanku dan tidak akan menyembah patung emas yang tuanku didirikan itu” (ayat 18). Sebagai akibatnya, Allah memberkati mereka dan menjaga mereka secara ajaib dari perapian yang menyala nyala ke dalam mana mereka dilemparkan (3:25-30).
Penolakan untuk berdoa kepada raja dan bukan kepada Allah – beberapa cerita Alkitab lebih terkenal daripada cerita Daniel di dalam gua singa. Ini merupakan contoh terbaik mengenai ketidaktaatan terhadap pemerintah yang disetujui oleh Tuhan. Raja telah membuat peraturan bahwa siapapun juga yang berdoa “dalam tiga puluh hari menyampaikan permohonan kepada salah satu dewa atau manusia kecuali kepada dia, maka ia akan dilemparkan ke dalam gua singa” (Daniel 6:8). Daniel menentang perintah tersebut pada waktu “tiga kali sehari berlutut, berdoa serta memuji Allahnya, seperti yang biasa dilakukannya” (6:11). Sekali lagi di sini Allah sangat memberkati ketidaktaatan terhadap pemerintah yang dilakukan Daniel. Daniel muncul dari gua singa dan dngan penuh keyakinan menyatakan, bahwa “Allahku telah mengutus malaikatNya untuk mengatupkan mulut singa singa itu, sehingga mereka tidak mengapa ngapakan aku, karena ternyata aku tidak bersalah di hadapanNya” (6:23).
Penolakan untuk berhenti mengabarkan Injil – Meskipun penguasa penguasa itu agamis, bukan sipil prinsip prinsipnya sama di sini seperti di dalam kasus kasus lainnya dari ketidaktaatan yang disetujui Tuhan. Para penguasa “memerintahkan para rasul untuk tidak berbicara atau mengajar lagi dalam nama Yesus” (Kisah Para Rasul 4:18). Tetapi Petrus dan Yohanes menjawab, “Silahkan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah: taat kepada kamu atau taat kepada Allah” (ayat 19). Bagian itu kemudian mengatakan bahwa, “orang banyak memuliakan nama Allah berhubung dengan apa yang telah terjadi” (ayat 21), jadi menunjukkan persetujuan Allah mengenai penolakan mereka untuk tidak mentaati mandate, yaitu tidak memberitakan Kristus.
Penolakan untuk menyembah antikris – Selama masa kesengsaraan, sisa sisa orang percaya yang setia akan menolak unuk menyembah antikris atau patungnya. Yohanes berkata, tentang nabi palsu “supaya mereka mendirikan patung untuk menghormati binatang yang luka oleh pedang, namun yang tetap hidup itu” (Wahyu 13:14). Tetapi mereka menolak dan “mengalahkan dia oleh darah Anak Domba dan oleh perkataan kesaksian mereka”. Karena mereka tidak mengasihi nyawa mereka sampai ke dalam maut” (Wahyu 12:11). Allah mengaruniakan kepada mereka “mahkota kehidupan” (Wahyu 2:10).
Semua kasus kasus ketidaktaatan terhadap pemerintah yang disetujui oleh Tuhan ini mengikuti pola yang sama. Dalam setiap kasus orang orang percaya dipaksa untuk bertindak yang bertentangan dengan keyakinan mereka. Allah telah memerintahkan di dalam Firmannya bahwa kita menyembah Dia bukan berhala, bahwa kita tidak membunuh orang orang yang tidak bersalah, bahwa kita berdoa hanya kepadaNya saja dan bahwa kita mengabarkan Injil. Tetapi setiap pemerintahan sipil yang diberikan dalam ilustrasi ilustrasi ini memaksa orang orang percaya untuk bertindak yang bertentangan dengan perintah perintah Allah. Perintah perintah yang berhubungan dengan pemerintah tidak hanya mengijinkan orang lain untuk bertindak yang bertentangan dengan hukum Allah, mereka memaksa orang orang percaya untuk tidak mentaati hukum Allah. Hal ini bersifat menindas dan tidak harus ditaati.
“Bagaimana tidak mentaati hukum hukum yang menindas”
Alkitab menentukan tidak hanya kapan hukum hukum sipil tidak harus ditaati, tetapi juga bagaimana cara hukum hukum tersebut tidak ditaati. Sekali lagi di sini ada dua pandangan yang perlu dikemukakan: pandangan yang satu menganjurkan pemberontakan dan pandangan lainnya hanya menolak saja. Pandangan pandangan tersebut dikotraskan berikut ini:
@ Dua pandangan tentang bagaimana untuk tidak mentaati pemerintah @
a. Pemberontakan
- memberontak terhadap pemerintah dengan hebat.
- melawannya
- menolak hukumannya
b. Penolakan
- menolak untuk mentaatinya tanpa kekerasan
- melarikan diri darinya
- menerima hukumannya.
Ada cara yang benar  maupun yang salah untuk tidak mentaati pemerintah yang menindas pada waktu dia memaksa kita untuk melakukan kejahatan. Pola Alkitabiah adalah menolak taat pada perintah perintahnya yang memaksa, tetapi tidak untuk memberontak. Hal ini terbukti di seluruh contoh contoh Alkitab yang baru dibahas. Para bidan, contohnya, menolak untuk mentaati perintah Firaun untuk membunuh bayi laki laki, tetapi mereka tidak memimpin kepada suatu pemberontakan terhadap pemerintah mesir yang menindas.
Ketidaktaatan terhadap pemerintah yang dibenarkan seharusnya perlawanan tanpa kekerasan, bukannya pemberontakan yang hebat. Hal ini benar di setiap kasus ketidaktaatan terhadap pemerintah yang disetujui secara Alkitabiah. Para bidan tidak membalas kekerasan atas mesir untuk kekerasan yang dilakukan mesir. Demikian pula bangsa Israel tidak memulai satu revolusi melawan penindasan Firaun, tetapi mereka menerima keselamatan Allah dari peristiwa itu.
Ketidaktaatan terhadap pemerintah di dalam Alkitab tidak menolak hukuman pemerintah, tetapi menerima hukuman karena tidak mentaati peraturan. Misalnya, ketiga anak anak Ibrani menolak untuk menyembah berhala, tetapi mereka tidak menolak untuk masuk ke dalam dapur perapian yang menyala nyala. Demikian juga, Daniel menolak perintah untuk berdoa kepada raja, tetapi menerima konsekuensi di gua singa. Dan para rasul menolak untuk berhenti memberitakan Kristus, tetapi menerima konsekuensi hukuman penjara.
Ini adalah ketidaktaatan terhadap pemerintah yang legal untuk melarikan diri, jika mungkin, dari satu pemerintahan yang menindas dan bukan untuk memeranginya. Israel lari dari mesir dan obaja serta elia melarikan diri dari izabel yang jahat. Tetapi tidak seorang pun dari mereka ikut dalam perang melawan pemerintah. Jadi kapan saja suatu pemerintahan itu tirani, seorang Kristen harus menolak untuk mentaati perintah perintahnya yang memaksakan untuk berbuat kejahatan, tetapi seorang Kristen tidak harus memberontak terhadap pemerintah karena perintah perintahnya yang tidak Alkitabiah yang mengizinkan kejahatan.
Tentu saja, ini tidak berarti bahwa kita tidak boleh secara damai, secara legal dan secara aktif bekerja untuk mengatasi penindasan. Artinya adalah bahwa kita tidak harus mengambil hukum ke dalam tangan kita, karena “pemerintah pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah” (Roma 13:1). Dan pada waktu kita tidak dapat menerima perintah mereka untuk melakukan kejahatan, maka kita harus melarikan diri atau tunduk pada hukuman.
“Satu keberatan terhadap pandangan anti pemaksaan”.
Beberapa orang berpendapat bahwa Alkitab memerintahkan kita untuk menyelamatkan orang orang yang tidak bersalah. Amsal 24:11, berkata, “Bebaskan mereka yang diangkut untuk dibunuh”. Berdasarkan ayat ini mereka bersikeras bahwa adalah benar untuk tidak mentaati pemerintah pada waktu hidup orang orang yang tidak bersalah dipertaruhkan, seperti orang orang Yahudi pada zaman Nazi perang Jerman atau bayi bayi yang belum lahir di dalam masyarakat dimana aborsi itu legal. Tetapi ada beberapa masalah yang serius dengan posisi ini:
Pertama, Amsal 24:11 tidak mendukung ketidaktaatan terhadap pemerintah untuk mencegah aborsi legal. Sebenarnya, di dalam bagian ini Allah menekankan ketaatan orang percaya pada hukum sipil dan memperingati mereka untuk tidak bergaul dengan pelanggar hukum (ayat 21). Lebih jauh lagi, mereka yang diangkut untuk dibunuh (ayat 11) mungkin korban dari pelanggar hukum, bukan mereka yang dihukum mati berkenaan dengan hukum. Tidak ada petunjuk sama sekali di dalam teks tersebut atau di dalam konteksnya bahwa perintahnya adalah untuk menyela keputusan hukum yang telah dilantik oleh Allah, bahkan dalam kasus kasus yang mengakibatkan hukuman mati.
Kedua, perbandingan antara orang orang Yahudi dan Jerman dan bayi yang belum lahir tidak berlaku, karena ada perbedaan perbedaan yang penting. Bencana tersebut diperintahkan oleh Negara. Yang pertama memperbolehkan ketidaktaatan terhadap pemerintah tetapi yang kedua tidak. Lebih jauh lagi, orang Yahudi itu tidak mau masuk ke dalam kamar gas tetapi ibu ibu (yang bertanggung jawab atas kehidupan dalam kandungan mereka) menghendaki aborsi. Aborsi yang dipaksakan merupakan masalah lain, masalah ini akan membenarkan ketidaktaatan terhadap pemerintah. Di samping itu, kegagalan untuk tidak mentaati hukum untuk membunuh orang orang Yahudi yang tidak mau itu sama dengan membantu kejahatan. Bagaimanapun juga, gagal untuk tidak mentaati hukum yang mengizinkan aborsi tidak membantu di dalam kejahatan. Akhirnya, kemanusiaan dari seorang Yahudi jelas bagi semua orang, tetapi apakah bayi yang belum dilahirkan betul betul sudah menjadi manusia seutuhnya, seru diperdebatkan. Di Negara yang melegalkan aborsi, banyak dokter atau banyak asisten telah mengatakan kepada si ibu bahwa bayi tersebut hanyalah sebuah “jaringan” dan bukan sepenuhnya atau secara hukum manusia. Faktor faktor ini membuatnya tidak berlaku untuk memperdebatkan bahwa karena ketidaktaatan terhadap pemerintah dibenarkan untuk menyelamatkan orang orang Yahudi dari bencana yang ditimbulkan oleh nazi, maka benarlah juga untuk tidak mentaati pemerintah untuk mencegah ibu ibu yang ingin diaborsi legal.
Ketiga, alasan yang sama dapat membawa orang orang Kristen untuk mencegah orang lain masuk ke dalam tempat ibadah orang Hindu, Budha, Mormon dengna maksud menghalangi mereka dari penyembahan berhala. Ini juga dapat membawa kita untuk merampas alcohol dan rokok dari tangan orang orang yang tidak percaya dengan maksud mencegah kematian mereka (dan orang orang lain). Demikian pula, alasan yang sama akan membenarkan ketidaktaatan terhadap pemerintah untuk mencegah hukuman mati yang diputuskan oleh Negara hanya karena kita yakin orang tersebut tidak bersalah. Tetapi ini berarti menganggap keyakinan pribadi seseorang dapat menolak proses pengadilan sipil yang diadakan oleh pemerintah yang telah dilantik oleh Allah (Roma 13:1).
“Revolusi: Pemberontakan terakhir melawan pemerintah”.
Bagaimana dengan revolusi?, sesungguhnya apakah revolusi dibenarkan?, jika ada peperangan peperangan yang adil. Tidakkah ada juga revolusi yang adil?. Apakah yang dikatakan Alkitab mengenai revolusi?, sekali lagi di sini terdapat 2 pandangan dasar: mereka yang menyukai beberapa revolusi dan mereka yang menentang semua revolusi.
“Revolusi yang kadangkala bersifat adil”.
Tradisi Reformed, bersumber dari ajaran ajaran John Calvin, yaitu menerima revolusi untuk melawan suatu pemerintahan yang menindas. Pandangan ini dinyatakan oleh Samuel Rutherford dan diulangi lagi oleh Francis Schaeffer. Para pendiri Negara kita sendiri yaitu Amerika, yang berakat di dalam tradisi hukum natural John Locke, juga mengusulkan suatu revolusi yang adil.
Deklarasi kemerdekaan mengenai revolusi – perhatikan kata kata dari Thomas Jefferson di dalam deklarasi kemerdekaan di dalam membenarkan pernyataan kemerdekaan kita dari Inggris.
“Kita mempertahankan kebenaran ini agar terbukti sendiri: bahwa semua manusia diciptakan sama; bahwa mereka diberkati oleh Pencipta mereka dengan kebenaran kebenaran khusus yang tidak dapat dicabut; bahwa mereka diberkati oleh Pencipta mereka dengan kebenaran kebenaran khusus yang tidak dapat diambil, menjamin hak hak ini, pemerintah pemerintah diadakan di antara manusia, memperolehn kekuasaan mereka yang adil dari persetujuan orang orang yang diperintah, bahwa kapanpun bentuk pemerintah menghacurkan tujuan tujuan ini, adalah hak warga negara untuk mengubah atau menghapuskan pemerintahan dan mengadakan pemerintahan baru. Tetapi ketika satu rentetan yang panjang dari perlakuan yang kejam dan perebutan kekuasaan, tanpa kecuali mengejar objek yang sama, menunjukkan dengan jelas satu rencana untuk menurunkan mereka di bawah kelaliman yang mutlak, adalah hak mereka, adalah tugas mereka, untuk menanggalkan pemerintahan seperti itu dan menyediakan pengawalan yang baru untuk keamanan mereka di masa mendatang. Demikianlah kesabaran untuk menderita dari koloni koloni ini, dan demikianlah saat ini perlunya mendesak mereka untuk mengubah sistem sistem pemerintahan mereka yang terdahulu”.
Deklarasi ini jelas mengumandangkan satu keyakinan di dalam revolusi revolusi yang bersifat adil melawan pemerintah pemerintah yang tidak adil. Dasar dasar dari revolusi revolusi seperti itu didasarkan pada hak hak moral yang ditentukan oleh Allah, seperti “kehidupan”, “kemerdekaan”, dan “kebahagiaan”. Ketika pemerintah “merusakkan tujuan tujuan ini”, maka merupakan “hak warga Negara untuk mengubah dan menghapuskan pemerintahan”. Tindakan yang berkelanjutan oleh suatu pemerintahan untuk menindas kemerdekaan kemerdekaan ini, kata Jefferson, merupakan “suatu kelaliman yang mutlak”. Jadi Jefferson bersumpah di altar Allah untuk terus memusuhi setiap bentuk tirani dalam pikiran pikiran manusia. Dan karena Jefferson juga menyakini bahwa “pajak tanpa perwakilan adalah tirani”, maka lahirlah revolusi Amerika. Tetapi apakah ini Alkitabiah?. Sebelum menanggapi, marilah kita melihat pembenaran revolusi lainnya.
Francis Schaeffer mengenai revolusi – Seperti yang sudah dicatat, Schaeffer menyakini bahwa “pada waktu jabatan apapun memerintahkan yang bertentangan dengan Firman Allah, mereka yang memegang jabatan tersebut mencabut otoritas mereka dan mereka tidak perlu ditaati dan itu termasuk Negara. Dan “jika Negara dengan sengaja melakukan penghancuran komitmen komitmen etisnya kepada Allah maka perlawanan adalah hal yang tepat. Karena warga Negara mempunyai satu kewajiban moral untuk melawan pemerintahan yang tidak adil dan kejam. Ini berarti bahwa ketika hakim bertindak dalam suatu cara dimana struktur pemerintahan Negara dihancurkan, dia harus dibebastugaskan dari kuasa dan wewenangnya.
Dibebastugaskan di sini mungkin perlu melalui kekuatan yang berarti melalui tekanan atau pemaksaan. Dan ketika Negara melakukan tindakan tindakan yang tidak sah terhadap suatu badan yang berhubungan dengan badan hukum, seperti suatu Negara atau badan lokal yang diberi kuasa sebagaimana mestinya, atau bahkan sebuah Gereja, ada 2 tingkatan perlawanan: Pemrotesan (atau memprotes) dan kemudian, jika perlu, kekuatan yang digunakan di dalam pembelaan diri”.
Bentuk revolusi yang adil ini tidak didasarkan pada hak hak yang tidak dapat diambil oleh (orang lain) dari Pencipta yang dikenal melalui hukum hukum alam, seperti yang diyakini Jefferson. Malahan, hal ini didasarkan pada praktik pemerintahan yang berkuasa yang bertentangan dengan Firman Allah. Tetapi akibat tangkapannya sama – revolusi melawan suatu pemerintahan yang diyakini orang menjadi zalim.
“Revolusi selalu bersifat tidak adil”.
Kita telah menyelidiki dasar dasar revolusi yang adil. Baiklah kita melihat pada apa yang dikatakan Alkitab mengenai revolusi. Beberapa butir harus dibuat:
Allah memberikan pedang kepada pemerintah untuk memerintah bukan kepada kepada warga Negara untuk memberontak – Pedang diberikan kepada Nuh untuk menekan warga Negara yang tidak dapat dikendalikan (Kejadian 9:6; 6:11). Demikian pula Paulus berkata kepada jemaat di Roma untuk tunduk kepada Nero karena, dia adalah hamba Allah, karena tidak percuma pemerintah menyandang pedang (13:4). Di sini juga pemerintahlah yang menggunakan pedang atas mereka yang diperintah, bukan warga Negara yang menggunakannya atas Negara.
Allah mendesak untuk tidak bergabung dengan para pemberontak – Kitab Suci secara eksplisit, “Hai, Anakku, takutilah Tuhan dan raja, jangan melawan terhadap kedua duanya” (Amsal 24:21). Karena konteks peringatan tersebut berkaitan dengan takut akan Allah dan raja yang sudah Dia lantik, jelaslah bahwa ini adalah suatu perintah untuk tidak ikut dalam pemberontakan terhadap pemerintah.
Revolusi revolusi tetap dikutuk oleh Allah – Alkitab memiliki banyak contoh mengenai revolusi, tetapi mereka tetap dikutuk oleh Allah. Korah memimpin pemberontakan terhadap Musa dan bumi terbuka untuk menelan Korah dan pengikut pengikutnya (Bilangan 16). Demikian juga, pemberontakan Absalom terhadap Daud yang tidak diketahui sebelumnya dan Absalom terbunuh (2 Samuel 15). Yerobeam memimpin pemberontakan sepuluh suku di utara melawan Yehuda di sebelah selatan yang sangat dikutuk Allah (1 Raja raja 12).
Satu satunya pemberontakan yang disetujui Allah adalah pemberontakan teokratis melawan ratu Atalya yang kejam. Tetapi, hal ini harus terjadi untuk menjaga rangkaian satu satunya yang tersisa dalam garis keturunan Kristus. Oleh karena itu, hal itu merupakan kasus teokratis yang khusus yang disetujui oleh Tuhan, sama seperti peperangan peperangan melawan orang orang kanaan di bawah pimpinan Yosua (Yosua 10). Perhatikanlah bahwa perintah untuk membunuh Atalya datang dari hamba Allah (2 Tawarikh 23:14) dan diberkati oleh perkataan Allah (ayat 21). Bagaimanapun juga, pemberontakan teokratis yang telah ditetapkan oleh Tuhan untuk menjaga garis keturunan Mesias tidak dapat dipakai secara sah untuk membenarkan pemberontakan saat ini, sama seperti Allah memerintahkan untuk membantai semua orang kanaan tidak dapat dipakai sebagai dasar untuk membunuh wanita wanita dan anak anak dalam perang yang adil saat ini.
Musa diadili karena tindakannya yang kejam di mesir – Kitab Keluaran menceritakan kepada kita bahwa pada saat Musa melihat seorang mesir memukul seorang Ibrani dan ketika dilihatnya tidak ada orang, dibunuhnya orang mesir itu dan disembunyikan mayatnya dalam pasir (Keluaran 2:12). Sebagai akibat dari tindakan yang jahat ini, Musa dipaksa untuk lari dari mesir dan menghabiskan 40 tahun di padang gurun. Setelah itu, Allah memakai Musa untuk memimpin Israel keluar dari mesir tanpa pemberontakan (Keluaran 12).
Israel tidak melawan Firaun tetapi lari dari dia – jika pernah ada pembenaran adanya pemberontakan karena penindasan, itu adalah situasi Israel di bawah Firaun. Tetapi, pemberontakan tersebut tidak dianjurkan atau disetujui oleh Allah. Israel tidak melawan Firaun, mereka melarikan diri darinya (Keluaran 12). Benar, secara ajaib Allah campur tangan untuk membebaskan mereka, tetapi pelajarannya sama: percaya kepada Allah untuk mengurus penguasa penguasa yang kejam, tetapi tidak memberontak terhadap mereka. Secara berdaulat Allah mendirikan mereka dan dengan berdaulat Dia akan mengambilnya (Daniel 4:17).
Yesus mendesak agar tidak menggunakan pedang – Yesus memperingatkan murid muridnya terhadap penggunaan pedang yang agresif dengan mengatakan, “Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang” (Matius 26:52). Dia tidak menentang penggunaan pedang untuk membela diri (Keluaran 22:2), tetapi mengayunkan pedang pada hamba penguasa yang ada merupakan hal yang lain (Matius 26:51).

Yesus berbicara menentang pembalasan dendam – Jika khobah di bukit berarti sesuatu, maka tentu saja khotbah ini berbicara menentang pembalasan dendam. Yesus berkata, “Kamu telah mendengar Firman, Mata ganti mata dan gigi ganti gigi. Tetapi aku berkata kepadamu: Janganlah kamu suka melawan orang yang berbuat jahat kepadamu” (Matius 5:38-39). Sementara khotbah ini tidak mendukung pasifisme total, khotbah ini sungguh sungguh mengutuk semangat revolusi yang ingin membalas dendam pada pemerintah yang menindas. “Pembalasan itu adalah hakKu, Akulah yang akan menuntut pembalasan”, Firman Tuhan (Roma 12:19).

0 Response to "Etika Pemerintah; Politik & Globalisasi Part 2"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label