Etika Pemerintah; Politik & Globalisasi Part 1-3, Complete Edition

Etika Pemerintah; Politik & Globalisasi Part 1-3, Complete Edition

Part-1
Apakah orang Kristen boleh pada situasi tertentu tidak menaati pemerintah?, Jika ya, kapan?, jika tidak, mengapa tidak?. Apakah benar memberontak terhadap pemerintahan yang tidak adil atau membunuh seorang pemimpin yang kejam?. Pertanyaan pertanyaan ini penting bagi orang orang Kristen di Negara Negara bebas, tetapi benar benar penting bagi orang orang percaya di Negara Negara yang tertindas.
Ada 3 posisi dasar mengenai ketidaktaatan terhadap pemerintah: Selalu benar, tidak pernah benar, atau kadangkala benar. Pandangan yang pertama adalah anarkisme, yang kedua adalah radikal patriotism, dan yang ketiga adalah sumbmisionisme Alkitabiah. Karena pandangan yang pertama meniadakan pembenaran Kristen manapun juga, perhatian kita akan terfokus pada 2 pandangan yang terakhir.
“Radikal Patriotisme: Ketidaktaatan terhadap pemerintah itu tidak pernah benar”
Radikal patriotism sama dengan aktivisme yang berpendapat bahwa semua perang itu adil selama pemerintah memerintahkan seseorang untuk berpartisipasi. Tetapi di sini fokusnya bukanlah pada perang melawan Negara lain, tetapi pada kewajiban kewajiban warga Negara terhadap negaranya sendiri. Apakah seseorang boleh tidak menaati hukum apapun di negaranya?, radikal patriotism mengatakan tidak.
“Satu penjelasan mengenai radikal patriotism”.
“Benar atau salah, negaraku!”, teriak kelompom radikal patriot. Sedikit banyak beberapa orang Kristen menyetujui pendirian ini. Mereka mengacu pada pembenaran bagian bagian tertentu dari Kitab Suci. Marilah kita melihat argument argument mereka.
Pemerintah yang dilantik Allah – Allah menetapkan pemerintah setelah peristiwa air bah (Kejadian 9:6) dan Dia mengharapkan agar otoritas ini dihargai. Paulus menulis, “tidak ada pemerintah, yang tidak berasal dari Allah dan pemerintah pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah” (Roma 13:1).
Allah mengharapkan ketaatan kepada pemerintah manusia – Allah tidak hanya menetapkan pemerintahan, tetapi Dia mengharapkan kita untuk mentaatinya. Hal ini jelas dengan 2 alasan. Pertama, kita diberitahu untuk tunduk padanya. Ini mengandung makna ketaatan karena tunduk dan taat digunakan secara pararel dalam bagian lainnya (1 Petrus 3:5-6). Kedua, secara eksplisit Paulus memerintahkan orang orang Kristen supaya mentaati pemerintah ketika dia menulis, “Ingatlah mereka supaya mereka tunduk kepada pemerinah dan orang orang yang berkuasa, taat” (Titus 3:1).
Ketaatan itu perlu bahkan kepada pemerintah yang jahat – Pada waktu Paulus menasehati jemaat di roma untuk “takluk..kepada pemerintah di atasnya” sebagai hamba Allah (Roma 13:14), Nero menjadi kaisar. Dia membunuh ibunya agar dia dapat naik takhta, membakar kota roma dan bahkan membakar orang orang Kristen hidup hidup untuk penerangan jalan. Dia seorang yang brutal dan kejam, tetapi Paulus menyebut dia hamba Allah dan meminta orang orang Kristen mentaati dia. Allah berfirman kepada Daniel bahwa “Yang Maha tinggi berkuasa atas kerajaan manusia dan memberikannya kepada siapa yang dikehendakiNya” (Daniel 4:32). Kadang ini termasuk “orang yang paling kecil sekalipun” (ayat 17). Tetapi siapapun juga yang telah ditetapkan Allah harus ditaati, baik itu baik maupun jahat. Petrus berkata dengan gamblang, “Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia” (1 Petrus 2:13).
Di atas dasar ayat ayat ini dan bagian bagian yang sama dalam Kitab Suci, orang Kristen patriot yakin bahwa ketaatan kepada pemerintah merupakan ketaatan kepada Allah. Menggunakan perkataan Paulus, kelompok ini bersikeras bahwa “barangsiapa melawan pemerintah, ia melawan ketetapan Allah” (Roma 13:2). Karena itu, ketidaktaatan terhadap pemerintah tidak pernah dibenarkan.
“Satu evaluasi mengenai radikal patriotism”
Ada beberapa keberatan terhadap digunakannya bagian bagian Kitab Suci ini untuk membenarkan ketaatan yang total terhadap pemerintahan manusia. Alasan yang paling utama adalah bahwa ayat ayat tersebut tidak diletakkan pada konteksnya yang tepat.
Allah melantik pemerintah, tetapi bukan kejahatannya – Allah melantik pemerintah manusia, tetapi tidak menyetujui kejahatannya. Ada satu petunjuk mengenai hal ini bahkan di dalam bagian Kitab Roma yang mengatakan bahwa penguasa adalah hamba Allah untuk kebaikanmu (Roma 13:4). Tidak ada petunjuk di sini atau dimanapun di dalam Alkitab bahwa Allah senang dengan pemerintah yang jahat. Sebenarnya, sebagian besar tujuan dari Alkitab, khususnya Kitab para Nabi, adalah menghukum pemerintah yang jahat (Obajal Yunus 1, Nahum 2). Yesaya berkata, “Celakalah mereka yang menentukan ketetapan ketetapan yang tidak adil dan mereka yang mengeluarkan keputusan keputusan kelaliman” (10:1). Allah menunjuk pemerintah, tetapi tidak menyetujui kejahatan kejahatannya.
Ketaatan kepada pemerintah bersifat tidak total – Sementara benar bahwa Allah menuntut ketaatan kepada para penguasa, ketaatan ini bukannya tanpa batasan. Petrus berkata kepada para penguasa yang memerintahkan dia untuk tidak mengabarkan Injil, “Silahkan kamu putuskan sendiri manakah yang benar di hadapan Allah, taat kepada kamu atau taat kepada Allah” (Kisah Para Rasul 4:19). Yohanes berbicara tentang sisa orang yang setia pada masa kesengsaraan yang tidak akan tunduk pada perintah penyembahan kepada Antikris (Wahyu 13). Sungguh, seperti yang akan dilihat dengan singkat, ada banyak contoh contoh ketidaktaatan terhadap orang orang yang berkuasa di pemerintahan yang disetujui oleh Tuhan (Keluaran 1; Daniel 3,6). Dalam setiap kasus implikasinya jelas, pemerintah harus ditaati sepenjang menempatkan dirinya di bawah Allah, tetapi bukan mengambil tempat Allah.
Kita tidak perlu menaati kejahatan kejahatan pemerintah – Alkitab memerintahkan ketaatan kepada pemerintah bahkan jika mereka jahat, tetapi tidak menuntut ketaatan kepada kejahatan pemerintah. Sungguh, Alkitab melarang berbuat jahat tidak pandang siapa yang mengatakannya. Hal ini jelas dari penolakan para bidan untuk membunuh bayi bayi yang tidak bersalah atas perintah Firaun (Keluaran 1), sama seperti ketidakinginan tiga anak anak Ibrani untuk menyembah berhala (Daniel 3). Orang orang Kristen dapat menaati pemerintah yang mengijinkan kejahatan, tetapi tidak kepada pemerintah yang memerintahkan mereka untuk berbuat jahat. Ketaatan yang buta terhadap kejahatan pemerintah, tidaklah patriotic, tetapi kebodohan. Kepatuhan yang total terhadap pemerintah yang menindas bukanlah patritisme, tetapi sama dengan penyembahan berhala. Penyembahan berhala berarti menyatakan satu komitmen tertinggi pada suatu otoritas yang tidak memiliki otoritas tertinggi.
“Submisionisme Alkitabiah: Ketidaktaatan terhadap pemerintah kadangkala benar”.
Ada kesepakatan umum di antara orang orang Kristen bahwa ada saat saat dimana seorang Kristen harus terlibat dalam ketidaktaatan terhadap pemerintah. Masalah yang sebenarnya adalah dimana harus menarik garisnya da nada 2 posisi mengenai hal ini. Satu pandangan mempertahankan bahwa pemerintah tidak harus ditaati ketika dia mengajarkan satu hukum yang bertentangan dengan Firman Allah. Pandangan lainnya berpendapat bahwa pemerintah tidak harus ditaati hanya pada saat dia memerintahakan orang Kristen untuk melakukan kejahatan. Kedua pandangan akan dikemukakan dan akan dievaluasi.
“Posisi anti penerapan hukum: Ketidaktaatan kepada pemerintah pada saat pemerintah menetapkan hukum hukum yang tidak Alkitabiah”.
Orang orang Kristen mempunyai hak untuk tidak menaati pemerintah ketika pemerintah menetapkan hukum hukum atau tindakan tindakan yang bertentangan dengan Firman Allah (versi yang lebih luas dari posisi ini akan berkata, “Pada waktu pemerintah bertentangan dengan hukum moral atau hati nurani individu”, seorang Deis yang bernama Thomas Jefferson mendukung satu bentuk dari pandangan ini)
Karena ini buku Etika Kristen, di sini akan memfokuskan pada bentuk Kristen mengenai pandangan ini. Pandangan ini dikemukakan oleh Samuel Rutherford dalam Lex-Rexnya yang terkenal, Hukum Adalah Raja tahun 1644. Mendiang Francis Schaeffer mengambil posisi ini di dalam Christian Manifestonya yang tersebar luas tahun 1980, yang menyajikan inti dari pandangan tersebut.
Kuasa pemerintah tidak mutlak – mengikuti Rutherford, Francis Schaeffer bersikeras bahwa “Raja raja tidak memiliki kuasa yang mutlak di dalam resimen mereka untuk melakukan apa yang menyenangkan mereka, tetapi kuasa mereka dibatasi oleh Firman Allah”. Dengan kata lain, “semua manusia, bahkan raja, ada di bawah hukum dan bukan berada di atasnya”. Hukum adalah raja, raja bukanlah hukum. Pemerintah ada di bahwa hukum Allah, pemerintah bukanlah hukum Allah.
Hukum berada di atas pemerintah – Schaeffer mengklaim bahwa Hukum adalah raja dan jika raja dan pemerintah tidak menaati hukum mereka tidak perlu ditaati. Maksudnya adalah, hukum yang sebenarnya adalah hukum Allah dan hukum itu bukanlah pemerintah tetapi di atas pemerintah. Maka, ketaatan Kristen adalah kepada hukum Allah dan kepada pemerintah hanya sepanjang pemerintah berlaku sesuai dengan hukum Allah.
Pemerintah pemerintah yang memerintah bertentangan dengan hukum Allah adalah pemerintah yang kejam – menurut Schaeffer, “hukum itu didirikan di atas hukum Allah”. Karena itu, tirani didefinisikan sebagai yang memerintah tanpa sanksi dari Allah. Dengan kata lain, kapan saja suatu pemerintah memerintah bertentangan dengan Firman Allah, maka pemerintah tersebut memerintah dengan kejam. Dalam kasus kasus seperti itu orang Kristen tidak harus mentaati pemerintah.
Warga Negara harus melawan pemerintah yang tirani – warga Negara tidak hanya tidak mentaati pemerintah yang kejam, tetapi mereka juga harus aktif melawannya. Schaeffer mendeklarasikan bahwa warga Negara mempunyai kewajiban moral untuk melawan pemerintah yang tidak adil dan kejam. Karena pada saat seorang pejabat memberikan perintah yang bertentangan dengan Firman Allah, maka mereka yang memegang jabatan itu telah mencabut otoritas mereka dan mereka tidak harus ditaati. Demikian pula posisi kita terhadap Negara.
Perlawanan mengambil 2 bentuk: protes dan kekuatan – Warga Negara pertama tama harus memprotes hukum hukum yang bertentangan dengan Firman Alah. Jika ini gagal, maka kekuatan mungkin diperlukan. Kekuatan menurut Schaeffer, berarti pemaksaan atau pembatas yang digunakan atas seseorang atau orang orang atau atas sesuatu yang sungguh sungguh ada seperti Negara. Kekuatan dapat digunakan oleh pemerintah lokal, atau bahkan oleh suatu Gereja, melawan suatu Negara yang menindas. Karena pada waktu Negara melakukan tindakan tindakan yang tidak sah melawan suatu badan yang berhubungan dengan badan hukum, misalnya seperti lembaga lokal, atau bahwa sebuah Gereja, ada dua tingkatan perlawanan: membantah atau memprotes dan kemudian, jika perlu, kekuatan digunakan untuk membela diri.

Contoh tirani di zaman sekarang – Schaeffer yakin bahwa tidak diperbolehkannya pengajaran tentang penciptaan di sekolah sekolah negeri merupakan satu contoh dari tirani. Dia berkata dengan tegas, “Jika pernah ada satu contoh yang lebih jelas mengenai hakim hakim yang lebih rendah yang diperlakukan dengan kejam, maka akan sulit mendapatkannya. Dan ini akan menjadi satu waktu, jika pengadilan pengadilan itu memerintah dengan kejamnya, bagi pemerintah Negara untuk memprotes dan menolak untuk melakukannya”. dan agaknya jika pemerintah federal menjalankan peraturan tersebut meskipun ada protes, nampaknya akan terjadi bahwa orang orang di Negara bagian Arkansas harus menggunakan kekuatan fisik melawan pemerintahan federal yang membuat aturan, pada tanggal 5 Januari 1982, bahwa penciptaan tidak dapat diajarkan di sekolah sekolah negeri. Demikian juga, seluruh Negara bagian kemudian akan memberontak terhadap pengadilan tinggi pada waktu mengeluarkan peraturan pada tanggal 19 Juni 1987, bahwa tidak ada Negara bagian yang dapat memaksakan pengajaran mengenai penciptaan bersamaan dengan evolusi di sekolah sekolah negeri.

0 Response to "Etika Pemerintah; Politik & Globalisasi Part 1-3, Complete Edition"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label