Etika Pemerintah; Politik & Globalisasi Part 3

Etika Pemerintah; Politik & Globalisasi Part 3

“Bagaimana menanggapi penindasan”.
Alkitab meletakkan garis garis pedoman bagi seorang Kristen di dalam menanggapi pemerintah pemerintah yang tidak adil. Mereka diringkaskan di dalam bagian berikut ini:
“Mentaati hukum hukumnya di bawah Allah”.
Tanggung jawab pertama dan terutama yang dimiliki seorang Kristen bagi pemerintahan manapun, adil maupun tidak adil, demoktrasi maupun monarki, adalah mentaati hukum hukumnya (Roma 13:1; Titus 3:1). Petrus menulis, “Tunduklah, karena Allah, kepada semua lembaga manusia” (1 Petrus 2:13). Karena “Inilah kehendak Allah, yaitu supaya dengan berbuat baik kamu membungkamkan kepicikan orang orang yang bodoh” (ayat 15). Ketidaktaatan kepada pemerintah merupakan kesaksian yang buruk bagi seorang pengikut Kristus. Orang orang Kristen seharusnya dikenal sebagai warga Negara yang patuh pada hukum, bukan pemberontak. Cara paling baik untuk mengadakan perubahan yang abadi di dalam suatu pemerintahan yang tidak adil adalah melalui menjadi satu teladan rohani, bukan melalui revolusi. Hanya pada waktu pemerintah mengambil tempat Allah kita harus menolak untuk mentaati pemerintah dan bahkan kemudian kita tidak harus memberontak terhadap pemerintah.
“Berdoa bagi pemerintahan pemerintahan yang menindas”.
Paulus mendesak orang orang Kristen agar menaikkan permohonan, doa syafaat dan ucapan syukur untuk semua orang, untuk raja raja dan untuk semua pembesar, agar kita dapat hidup tenang dan tenteram dalam segala kesalehan dan kehormatan (1 Timotius 2:1-2). Salah satu cara yang paling efektif untuk mengubah satu pemerintahan yang tidak adil adalah mendoakannya. Doa adalah syarat kecil dimana otot otot dari yang maha kuasa digerakkan. Allah mendengar jeritan jeritan umatNya yang tertindas di masa yang lalu (Keluaran 2:23) dan Dia akan mendengar dan menjawab mereka kembali saat ini.
“Bekerja dengan tenteram dan menurut hukum untuk mengubah pemerintah”.
Secara politik, ada sangat sedikit hal yang dapat dilakukan orang orang Kristen untuk mengubah pemerintah Romawi dalam Perjanjian Baru. Hal ini tidak berlaku bagi kebanyakan orang Kristen di dunia barat saat ini. Kita tidak hanya dapat melawan kejahatan politik, tetapi kita bebas untuk melakukan kebaikan politik. Dan seperti yang dikatakan Yakobus, Jika seseorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa (Yakobus 4:17). Oleh akrena itu, mengutip perkataan Paulus, Selama masih ada kesempatan bagi kita, marilah kita berbuat baik kepada semua orang, terutama kepada kawan kawan seiman kita (Galatia 6:10). Sebaiknya, kita memerangi penindasan di dalam pemerintahan dengan kartu suara, bukan peluru. Pemerintah seharusnya dilawan dengan kebaikan, bukan dengan senapan.
“Tidak mentaati perintah perintah yang opresif”
Seperti yang dicatat sebelumnya, orang orang Kristen dapat melakukan sesuatu yang lain mengenai perintah perintah yang opresif. Mereka dapat tidak mentaatinya. Tidak seorang manusia pun dapat memaksa kita untuk tidak mentaati Allah. Dia adalah otoritas tertinggi dan FirmanNya sendiri mengikat hati nurani kita secara mutlak. Penolakan Alkitabiah dan berani semacam ini untuk berbuat jahat, akan membawa pengaruh yang baik pada pemerintahan yang jahat. Raja raja Babel secara signifikan terpengaruh oleh ketidaktaatan yang berani baik dari Daniel maupun ketiga anak Ibrani (Daniel 3,6).
“Melarikan diri dari pemerintahan yang menindas”.
Orang orang Kristen tidak perlu menjadi target tirani yang pasif. Kita tidak perlu menjadi papan anak panah bagi orang yang kejam. Pada waktu tertindas sebaiknya kita berlari menuju kebebasan. Para nabi menyelamatkan diri dari Izebel (1 Raja raja 18), Israel menyelamatkan diri dari mesir (Keluaran 12) dan bahkan keluarga Yesus menyelamatkan diri dari Herodes (Matius 2). Jadi pada saat tidak menggunakan kekerasan terhadap pemerintahan yang tidak adil, paling sedikit kita harus berlari dari kekerasan mereka terhadap kita.
“Dengan sabar menanggung penderitaan”.
Tidak dapat disangkal, melarikan diri tidak selalu memungkinkan atau berhasil. Kadang orang orang Kristen harus menderita dengan sabar demi Kristus. Petrus menulis, Saudara saudara yang kekasih, janganlah kamu heran akan nyala api siksaan yang datang kepadamu sebagi ujian, seolah olah ada sesuatu yang luar biasa terhadai atas kamu. Sebaliknya, bersukacitalah, sesuai dengan bagian yang kamu dapat dalam penderitaan Kristus, supaya kamu juga boleh bergembira dan bersukacita pada waktu Ia menyatakan kemualiaanNya (1 Petrus 4:12-13). Kadang kia harus menderinta penindasan karena Kristus, atau bahkan mati sebagai martir. Yohanes berkata, Barangsiapa ditentukan untuk ditawan, ia akan ditawan, yang penting di sini ialah ketabahan dan iman orang orang kudus (Wahyu 13:10).
“Satu evaluasi tentang pandangan yang menolak pemberontakan”.
Ada banyak keberatan terhadap pandangan yang menolak segala pemberontakan berdasarkan Alkitab. Mereka akan dipertimbangkan dengan singkat di sini:
“Kitab Suci menyetujui beberapa pemberontakan”
Karena beberapa alasan, satu satunya contoh mengenai pemberontakan yang ditentukan Allah melawan Atalya (2 Tawarikh 23) tidak dapat digunakan untuk mendukung pemberontakan. Pemberontakan ini bukanlah pemberontakan manusia yang disetujui oleh Tuhan, tetapi pemberontakan yang ditentukan Tuhan (ayat 14). Kasus ini masih khusus untuk Israel, bangsa yang akan menurunkan Mesias dan tidak dapat diterapkan pada bangsa bangsa lain. Jika kekuasaan Atalya tidak direbut, dia akan membunuh Yoas, ahli waris terakhir yang masih tinggal dari garis Daud sampai Kristus. Alkitab tetap berbicara menentang pemberontakkan dan Alkitab tidak bertentangan satu sama lain. Karena itu contoh yang tersendiri ini, bagaimanapun signifikannya hal ini, tidak dapat digunakan untuk mempertentangkan ajaran yang konsisten dari bagian Kitab Suci lainnya dengan pemberontakan.
“Tanpa pemberontakan tirani berkuasa”.
Pemberontakan bukan satu satunya cara untuk memerangi tirani. Seperti yang sudah diperdebatkan pemerintahan yang tidak adil dapat dilawan dengan doa, contoh moral, tindakan politik yang sesuai dengan hukum, ketidaktaatan yang dibenarkan, menyelamatkan diri dan sabar menderita bila perlu. Keberatan ini mengabaikan bahwa Allah berdaulat atas masalah masalah dalam pemerintahan dan mendirikan atau mengambilnya dari siapa saja yang Dia kehendaki (Daniel 4:17). Singkatnya, kita dapat melakukan banyak hal untuk melawan tirani dan Allah dapat melakukan yang lebih secara tak terduga.
“Jika beberapa perang bersifat adil, mengapa tidak demikian halnya dengan beberapa pemberontakan”.
Perang dan pemberontakan tidak berada di dalam kategori yang sama. Peperangan yang adil dilakukan oleh pemerintah pemerintah yang dilantik Allah kepada siapa Dia memberikan pedang (Roma 13:4). Tetapi pemberontakan dilakukan oleh warga Negara, kepada siapa Allah tidak memberikan pedang, untuk melawan pemerintah yang sudah dilantik oleh Allah. Allah tidak pernah memberikan pedang kepada warga Negara untuk dipakai melawan pemerintah. Dia memberikan pedang kepada pemerintah untuk digunakan melawan warga Negara yang memberontak. Peperangan yang adil diadakan untuk melawan bangsa lain yang menyerang negaranya. Pemberontakan berarti melawan bangsanya sendiri. Sebenarnya pemberontakan kita seolah olah membinasakan sanak saudara kita sendiri. Di dalam melawan pemerintahan yang ditetapkan Allah, seseorang berarti melawan Allah yang menetapkan pemerintahan itu (Roma 13:2). Sebaliknya, peperangan yang adil melindungi suatu Negara dari serangan bangsa lain dan dilawan dalam posisi pembelaan diri.
“Pemberontakan merupakan ketaatan kepada pemerintah De Yure”.
Keberatan ini secara keliru mengandung makna bahwa kewajiban kita bukanlah untuk mentaati pemerintah de fakto. Hal ini keliru karena 2 alasan:
Ketaatan pada pemerintah de fakto dituntut secara Alkitabiah. Paulus berkata, “pemerintah pemerintah yang ada, ditetapkan oleh Allah” (Roma 13:1). Maksudnya adalah pemerintah yang ada itu ditentukan oleh Tuhan. Demikianlah tepatnya apa yang dimaksud dengan pemerintah de fakto, tidak akan ada cara praktis yang mempertahankan hukum dan peraturan di banyak tempat di dunia, karena ada perselisihan yang terus ada mengenai pemerintahan mana yang sebenarnya. Satu satunya cara praktis untuk menghindari anarki adalah dengan menuntut ketaatan kepada pemerintah de fakto, karena setiap orang dapat dengan mudah mengenalinya, pemerintahan itulah yang berkuasa pada saat itu.
“Ini berarti revolusi Amerika tidak bersifat adil”.
Daapt dimengerti bahwa setiap orang lebih mempercayai bahwa revolusi di negaranya bersifat adil, meskipun orang orang di Negara lain tidak menganggapnya demikian. Tetapi sejujurnya dapat dikatakan, berdasarkan kriteria Alkitab yang tercantum di sini, tidaklah mungkin membenarkan revolusi Amerika sebagai hal yang adil. Lalu apa yang harus orang orang Kristen di Amerika pada tanggal 4 Juli?, dapatkah  mereka benar benar merayakan kemerdekaan Amerika dari Inggris?, sebagai tanggapannya, satu perbedaan harus dibuat. Ada suatu perbedaan antara apa yang dilahirkan dan bagaimana hal ini dilahirkan. Tentunya kita senang untuk setiap manusia yang dilahirkan ke dunia ini, bai dari perbuatan zinah atau bahkan pemerkosaan. Namun ini tidak berarti kita menyetujui cara dari manusia itu sampai berada di sini. Demikian pula, seorang Kristen Amerika dapat merayakan apa yang dilahirkan dari Revolusi Amerika (yaitu suatu Negara besar yang merdeka) tanpa menyetujui cara Negara tersebut sampai pada tujuan itu.
Kesimpulannya…..
Ada tiga pandangan dasar mengenai ketidaktaatan terhadap pemerintahan. Anarkisme menyetujui hal ini kapan saja. Radikal patriotism tidak pernah menyetujui ketidaktaatan terhadap pemerintah dan submisionisme Alkitabiah berpendapat bahwa kadangkala benar untuk melakukan hal itu. Sementara, sebagian besar orang Kristen yakin Alkitab mendukung pandangan yang terakhir, ada ketidak sepakatan mengenai bilamana ketidaktaatan itu dibenarkan.
Penganut anti penerapan hukum, bersikeras pada kebenaran untuk tidak mentaati hukum manapun yang mengizinkan tindakan tindakan yang bertentangan dengan Firman Allah. Sebaliknya, penganut anti pemaksaan berpendapat bahwa ketidaktaatan dibenarkan hanya pada waktu seseorang dipaksa untuk melakukan satu kejahatan.
Bahkan di antara mereka yang setuju bahwa ketidaktaatan terhadap pemerintah terkadang diperlukan, ada satu perbedaan opini mengenai bagaimana seseorang seharusnya berada pada posisi tidak taat. Beberapa orang yakin di dalam pemberontakan terhadap pemerintah yang tidak adil, tetapi pandangan Alkitab meminta untuk melawan pemerintah tanpa memberontak terhadapnya. Perlawanan seperti itu bukanlah menerima ketidakadilan di dalam pemerintahan secara pasif, tetapi dapat melibatkan kerohanian, moral dan kampanye politik aktif untuk melawan pemerintah.


Hasil Pemikiran dari Norman L. Geisler

0 Response to "Etika Pemerintah; Politik & Globalisasi Part 3"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label