Bahaya Pilihan Dalam Pekerjaan Part 1

Bahaya Pilihan Dalam Pekerjaan Part 1
Pengkhotbah berkata, “Taka da yang lebih baik bagi manusia daripada bersenang senang dalam jerih payahnya” (2:24). Salah satu alasan begitu banyak orang mendapat pekerjaan tidak memuaskan adalah, ironisnya, adalah orang pada zaman ini memiliki kuasa yang lebih besar untuk memilih jenis pekerjaan mereka daripada manusia di masa lampau.
Baru baru ini David Brook, menulis di harian The New York Times tentang suatu diskusi online yang dipandu oleh seorang dosen Universitas Stanford dengan para mahasiswa dan para alumni baru tentang mengapa begitu banyak mahasiswa dari universitas universitas yang paling eksklusif masuk ke jurusan keuangan dan konsultan. Beberapa membela jalan yang mereka tempuh, lainnya mengeluh bahwa “orang orang yang paling cerdas seharusnya memerangi kemiskinan, mengakhiri penyakit dan melayani sesama, bukan diri mereka sendiri”. Brooks berkata bahwa walaupun diskusi itu mencerahkan, ia terkesima oleh asumsi yang tak terucapkan
“Banyak dari mahasiswa ini yang tampaknya memiliki suatu pandangan yang subjektif dan terbatas tentang pilihan pilihan mereka. Ada perbankan investasi yang kasar tetapi makmur. Ada dunia nirlaba yang miskin tetapi mulia. Lalu ada dunia penemuan penemuan teknologi tinggi, yang secara ajaib menyediakan uang dan sekaligus keren. Tetapi hanya sedikit minat di dalam atau kesadaran akan dunia militer, akademik, pelayanan pemerintah, atau biliunan sector lainnya. Lebih jauh lagi, hanya sedikit mahasiswa yang menunjukkan minat apapun untuk bekerja di suatu perusahaan yang benar benar menghasilkan produk produk…… pelayanan masyarakat telah menjadi suatu tambahan bagi moralitas. Banyak orang sekarang ini tidak memiliki kosa kata untuk berbicara tentang apa itu nilai kebajikan, karakter yang baik terdiri apa saja, dan dalam hal apa letak kecemerlangan, jadi mereka hanya bicara tentang pelayanan masyarakat…. Ke dalam bidang apapun anda masuk, anda akan menghadapi keserakahan, rasa frustasi, dan kegagalan. Anda mungkin mendapati hidup anda ditantang oleh depresi, alkoholisme, ketidaksetiaan, kebodohan dan pemuasan hawa nafsu sendiri… lebih jauh lagi…seharusnya hidup anda berputar di sekitar tujuan utama yang mana?. Apakah anda mampu melakukan pengorbanan diri yang heroic atau apakah hidup hanya sekedar serangkaian bingkai pencapaian?... anda bisa mengabdikan hidup anda kepada pelayanan masyarakat dan tetap menjadi orang yang benar benar brengsek. Anda bisa menghabiskan hidup anda di Wall Street dan menjadi seorang pahlawan. Memahami kepahlawanan dan kebrengsekan menurut lembar kerja Excel yang lebih sedikit, lebih banyak membaca buku karangan Dostoyevski dan Kitab Ayub”.
Poin yang diajukan Brooks adalah begitu banyak mahasiswa universitas tidak memilih pekerjaan yang sebenarnya cocok dengan kemampuan kemampuan, talenta talenta, dan kapasitas kapasitas mereka, tetapi malah memilih kerja yang cocok di dalam imajinasi mereka yang terbatas tentang bagaimana mereka bisa meningkatkan citra diri mereka sendiri.
Hanya ada 3 jenis pekerjaan pekerjaan yang berstatus tinggi, yang bayarannya tinggi, yang secara langsung memenuhi kebutuhan masyarakat, dan yang memilih faktor “keren”. Karena tidak ada lagi suatu consensus yang berlaku tentang martabat dari segala jenis pekerjaan, apalagi tentang gagasan bahwa dalam segala jenis pekerjaan ada tangan dan jemari Allah melayani komunitas manusia, di dalam pikiran mereka ada suatu kisaran yang sangat terbatas akan pilihan pilihan mereka. Itu artinya banyak orang orang dewasa muda yang memilih pekerjaan yang tidak cocok dengan mereka atau bidang bidang yang terlalu tinggi persaingannya bagi sebagian besar orang untuk bisa berhasil di dalamnya. Dan ini membuat banyak orang terjebak dalam suatu perasaan ketidakpuasan atau tanpa makna dalam pekerjaan mereka.
Mungkin ini berkaitan dengan mobilitas dari budaya perkotaan kita dan kekacauan dalam komunitas yang dihasilkannya, tetapi di New York City banyak orang muda melihat proses pemilihan karier lebih sebagai memilih penanda identitas daripada suatu pertimbangan tentang karunia dan minat untuk berkontribusi kepada dunia. Salah satu orang muda menjelaskan, “Saya memilih jurusan konsultasi manajemen karena bidang itu penuh dengan orang orang pandai, jenis orang orang yang saya inginkan berada di sekeliling saya”. Lainnya berkata, “Saya menyadari bahwa jika saya tetap tinggal dalam bidang pendidikan, saya akan malu saat saya pergi ke reuni kuliah, jadi saya akan masuk ke jurusan hukum sekarang”.
Walaupun identitas seseorang di generasi sebelumnya mungkin datang dari menjadi anak si itu dan si anu atau tinggal di bagian kota tertentu atau menjadi seorang anggota suatu Gereja atau klub, sekarang ini orang orang muda kita berusaha mendefinisikan diri mereka melalui status pekerjaan mereka.
Jadi, hikmat seperti apa yang diberikan oleh Alkitab kepada kita dalam hal memilih pekerjaan kita?
Pertama, jika kita memiliki kemewahan untuk memilih, kita seharusnya memilih pekerjaan yang bisa kita lakukan dengan baik. Pekerjaan itu harus cocok dengan karunia dan kapasitas kapasitas kita. Mengambil pekerjaan yang bisa kita lakukan dengan baik itu bagaikan membudidayakan diri kita sendiri sebagai kebun yang penuh dengan potensi potensi tersembunyi, menyediakan ruang yang besar untuk pelayanan kompetensi.
Kedua, karena tujuan utama pekerjaan adalah memberi manfaat kepada sesama. Kita harus bertanya apakah pekerjaan kita membuat orang lebih baik atau justru menarik bagi aspek aspek terburuk dari karakternya. Jawabannya tidak akan selalu hitam putih, pada kenyataannya, jawabannya bisa berbeda dari satu orang ke orang lainnya.

Dalam suatu buku tentang pendekatan Kristen terhadap panggilan karier, John Bernbaum dan Simon Steer menyajikan kasus Debbie, seorang perempuan yang menghasilkan banyak uang dengan bekerja bagi suatu perusahaan dekorasi interior di Aspen, Colorado. Ketrampilan desain interior adalah suatu cara positif untuk memajukan kesejahteraan manusia seperti halnya arsitektur dan seni mana pun. Tetapi ia mendapati dirinya sering menggunakan sumber sumber daya dengan cara cara yang tidak bisa dipertemukan dengan upaya mengejar kebaikan bersama. Ia meninggalkan karirnya dan pada akhirnya bekerja pertama tama bagi suatu Gereja dan belakangan bagi senator A.S. Debbie berkata, “Bukan karena ada sesuatu yang tidak jujur atau tidak legal di sana, tetapi saya dibayar berdasarkan komisi, 30 persen dari laba kotor. Salah satu kien menghabiskan sekitar 200 juta [pada awal tahun 1980 an] untuk mendekor suatu ruangan berukuran 3 x 3.5 meter persegi. Saya mulai mempertanyakan motivasi saya dalam mendorong orang untuk…menghabiskan sejumlah besar uang untuk membeli furniture. Jadi…. Saya memutuskan untuk berhenti”….

0 Response to "Bahaya Pilihan Dalam Pekerjaan Part 1"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label