Demokrasi Dalam Iman Kristen & Demokrasi Kebudayaan Dunia

Demokrasi Dalam Iman Kristen & Demokrasi Kebudayaan Dunia

Banyak orang menolak demokrasi karena ia ingin memerintah dengan sewenang wenang. Akan tetapi, apakah jika demoktrasi dijalankan, manusia akan lebih maju? Belum tentu!. Karena walaupun demokrasi telah dijalankan dengan sepenuh penuhnya, tidak menjamin bahwa manusia tidak akan jatuh ke dalam barbarianism tahap kedua. Saya tidak akan menganalisa hal ini terlebih dahulu, tetapi sekarang kita akan melihat dari manakah sebenarnya bibit demokrasi itu.
1. Demokrasi di Yunani Kuno
Bibit demokrasi tidak pernah muncul dalam arti yang sesungguhnya dalam sastra timur, baik sastra jepang, sastra cina, sastra india, maupun di seluruh sastra asia. Oleh sebab itu orang Asia menolak demokrasi, dan pemerintah pemerintah asia takut kepada demokrasi. Hal ini wajar karena demokrasi memang tidak pernah muncul dalam pemikiran asia. Di asia, tidak pernah ada bibit demokrasi.
Lalu, darimanakah istilah “demokrasi”?, istilah ini muncul pada abad ke 4 sebelum masehi. Istilah itu adalah merupakan gabungan dari 2 istilah bahasa Yunani, yaitu demos dan kratia. Demos berarti rakyat dan kratia berarti kuasa, sehingga demoskratia berarti kekuasaan tertinggi seharusnya berada di tangan rakyat dan rakyatlah yang harus berkuasa di dalam masyarakat.
Konsep ini merupakan konsep yang amat inovatif dan kreatif, karena sebelum orang Yunani, belum pernah ada pemikiran seperti ini. Setelah Plato selesai mengelilingi Negara Negara yang penting selama 13.5 – 14 tahun, ia pulang dan berkata bahwa ia kagum sekali dengan para petani di Mesir yang begitu taat kepada pengaturan kaisar mereka, yaitu Firaun. Jadi, di Negara Negara kuno tidak pernah ada demokrasi…………. Akan tetapi, di Athena terhadap konsep bahwa mereka yang ada di kota itulah membuat peraturan.
Mereka yang berada di kota dapat dibagi menjadi empat golongan, yaitu
1. Orang orang kaya yang bersifat aristokratis
2. Orang orang yang menjadi filsuf dan pengajar, orang orang bijaksana
3. Orang orang yang telah ditetapkan untuk menjadi polisi dan pengacara, dan
4. Rakyat biasa yang tidak mempunyai jabatan apa apa.
Inilah yang termasuk orang orang yang berada di kota, dan mereka pun memutuskan untuk tidak mau dicampuri oleh kota kota lain atau oleh bangsa bangsa lain, tetapi dengan cara musyawarah, mau membuat peraturan sendiri dan mau mengangkat pemimpin sendiri, dan di saat pemimpin itu memerintah, ia harus mengikuti peraturan peraturan yang telah mereka tetapkan. Maka, yang disebut demokrasi dimulai di polis polis di Yunani. Istilah polis berarti kota. Di Alkitab ada sebuah kota yang bernama Dekapolis yang berarti kumpulan sepuluh kota kecil menjadi sebuah kota.
Jadi, demokrasi pernah dilaksanakan di Athena, tetapi tidak terlalu sukses. Mengapa? Karena ketika mau dilaksanakan timbul perdebatan apakah budak budah dapat ikut serta. Akhirnya diputuskan bahwa budak tidak dapat ikut di dalam demokrasi karena mereka dianggap bukan orang yang bebas dan sudah dibeli, sehingga tidak mempunyai hak selain menjadi mesin untuk bekerja. Selain itu, para wanita, anak anak………..juga tidak diijinkan untuk ikut serta. Jadi, demokrasi di Athena sebenarnya tidak diikuti oleh kira kira 80 persen orang di kota itu yang tidak mempunyai hak politik sama sekali. Oleh sebab itu, demokrasi di Athena sebenarnya bukanlah demokrasi yang sejati.
Selain itu ada 2 hal yang menyebabkan demokrasi tidak sukses pertama kali dilaksanakan di Athena:
1. Tidak lama setelah dicetuskannya hal tentang demokrasi, mereka mendengar suara bahwa demokrasi telah merajalela, sehingga mengakibatkan kekacauan yang besar.
2. Socrates menjadi korban demokrasi, Socrates mati karena demokrasi. Pada waktu rakyat banyak menuntut agar Socrates harus dihukum mati, maka Socrates harus dihukum mati karena rakyatlah yang menghendaki.
Apakah demokrasi merupakan hal yang baik? Ya!, apakah demokrasi mengandung kebahayaan? Ya!. Demokrasi pernah mematikan salah seorang jenius yang terbesar di sepanjang sejarah, dan hal serupa pernah pula terjadi di dalam diri Yesus Kristus. Pada saat itu Pilatus ditekan oleh mayoritas dan ia tidak sanggup menguasai massa, sehingga ia harus menjatuhkan hukuman mati kepada Yesus.
Pada waktu Plato melihat guru yang ia kagumi dibunuh, ia meninggalkan Athena. Dalam bukunya, ia menuliskan: “Aku melarikan diri bukan Karena aku takut, tetapi karena aku tidak mau memberikan kesempatan kepada orang orang yang tidak terpelajar itu untuk berdosa melalui membunuh filsuf”. Ini merupakan salah satu bukti bahwa demokrasi belum tentu dapat membuat manusia lebih maju. Sejarah mengajar kita bahwa demokrasi terkadang dapat mendatangkan bahaya yang besar.

2. Demokrasi di Cina
Banyak mahasiswa di Indonesia dan di Beijing yang masih sangat polos. Pada tanggal 4 mei 1919, tujuh puluh tahun sebelum terjadinya tragedy Tiananmen, terdapat pula sekelompok mahasiswa cina yang berteriak menuntut ilmu pengetahuan dan demokrasi. Pada tahun 1989, para mahasiswa juga menuntut agar pemerintah memberikan kepada mereka, demokrasi atau kematian. Deng Xiao Ping memilih memberikan kematian kepada mereka. Saya perkirakan pada saat itu ada sekitar 1200 mahasiswa cina yang tewas ditembak oleh tentara cina sendiri dengan menggunakan peluru yang biasa digunakan untuk menembak orang yang dianggap paling jahat.
Jika yang dimaksudkan adalah untuk memberikan peringatan, maka yang dipakai seharusnya adalah peluru karet. Perbuatan itu mendapatkan kutukan yang sangat keras dari seluruh dunia, tetapi mereka berdalih bahwa semua ini diakibatkan karena selama rezim komunis berdiri, mereka tidak pernah menghadapi demonstrasi seperti ini, sehingga mereka tidak pernah mempersiapkan peluru karet di dalam gudang mereka, yang ada hanyalah peluru asli.
Di sini kita melihat bahwa tidak ada kemajuan selama tujuh puluh tahun ini. Para mahasiswa tetap meneriakkan hal yang sama, yaitu menuntut demokrasi, sehingga selama tujuh puluh tahun ini, demokrasi belum pernah lahir di cina. Jadi, di cina, demokrasi sudah hamil tua tetapi tidak juga kunjung lahir.
Ketika seorang Amerika di Tiananmen bertanya kepada seorang mahasiswa: “Apa yang kamu maksudkan dengan demokrasi, apakah itu berarti seluruh rakyat di cina harus mengikuti pemungutan suara untuk menentukan siapa yang akan memimpin cina?”, mahasiswa itu berkata, Tidak! Karena jika semua orang di cina mengikuti pemungutan suara, maka mereka akan kembali memilih komunis untuk memerintah di cina. Ia kemudian menambahkan bahwa mereka maksudkan dengan demokrasi ialah mereka seharusnya mempunyai hak. Ketika orang Amerika itu bertanya bukankah yang dimaksud dengan “mereka” di sini hanyalah para pelajar, yang merupakan sebagian kecil dari seluruh rakyat di cina?, mereka menjawab bahwa mereka mewakili rakyat. Orang Amerika itu kemudian bertanya lagi kapan mereka ditunjuk oleh rakyat untuk mewakili mereka.
Pada waktu mereka menjawab bahwa mereka sendiri yang menunjuk, maka ia berkata bahwa itu pun bukan demokrasi. Jadi, mereka terlalu naïf dan terlalu menganggap diri pandai, tetapi sesungguhnya tidak mengetahui banyak hal.
Hanya oleh anugerah Tuhan saja mahasiswa dapat memang. People power di Filipina dapat menang karena anugerah Tuhan, demikian pula keberhasilan mahasiswa Indonesia menurunkan Soeharto. Demokrasi bukanlah sesuatu hal yang mudah dilahirkan.
Bibit demokrasi tidak ditemukan dalam confusionisme. Sampai hari ini, cina belum pernah sungguh sungguh menjalankan demokrasi, walaupun memang sudah pernah ada konsep mengenai demokrasi yang dimulai pada tahun 1911, yaitu ketika Sun Yat Sen dengan kekuatan rakyat besar, berhasil menjatuhkan dinasti Cing, dinasti terakhir dari Manchuria. Akan tetapi, bibit demokrasi di sini bukan dari confusionisme, tetapi dari Kristen. Sun Yat Sen adalah seorang Kristen dan ia mempelajari sistem hak asasi manusia dari barat. Ia dipengaruhi oleh Kitab Suci, sehingga ia menerapkan konsep demokrasi di cina.
Pada saat itu, Kuo Min Tang berusaha menyusun konsep tentang bagaimana rakyat seharusnya menjadi tuan rumah dari seluruh cina, yang pada saat itu mempunyai lebih dari 400 juta warga Negara, terbanyak di seluruh dunia. Sementara Sun Yat Sen mengharapkan agar Tiongkok mempunyai 1.000.000.000 warga Negara, sehingga baru dapat menjadi kuat. Tahun 1911 Sun Yat Sen menggulingkan Manchuria, tetapi 14 thun kemudian, Maret 1925, ia meninggal dunia terkena kanker liver yang baru diketahui pada bulan November 1924. Tiga tahun kemudian, Chiang Kai Sek membasmi semua jendral terkuat yang menjadi tuan tanah di cina utara dan mempersatukan cina, akan tetapi walaupun namanya demokrasi, ia ternyata juga adalah seorang dictator hingga pada hari kematiannya.
Tahun 1927, Mao Tse Dong melihat bahwa demokrasi tidak dapat menolong cina. Yang bisa hanyalah Karl Max. ia kemudian mendirikan partai Komunisme. Ia disiksa oleh Chiang Kai Sek, dan para pengikut partai komunis tidak mempunyai hak hidup di cina. Pada tahun 1949, Chiang Kai Sek berhasil diusir ke Taiwan dan Mao Tse Dong merajalela di Beijing. Ia menyebut cina sebagai Negara rakyat. Tetapi pemerintah cina itu sendiri tidak pernah sungguh sungguh dipilih rakyat.
Tidak pernah heran jika demokrasi tidak dapat ditemukan di timur, karena setelah diselidiki selama 3000 tahun, dalam sejarah sastra tiongkok tidak pernah ada bibit demokrasi. Demokrasi tidak ada pada pemikiran tiongkok dan tidak ada pada filsafat confusiosme. Kong Hu Cu amat mencintai rakyat seumur hidupnya, tetapi ia tidak pernah mengatakan bahwa pemerintah harus didirikan oleh rakyat. Ia hanya mengkritik dan berkata bahwa pemerintah yang kejam lebih celaka daripada harimau.
Suatu kali ketika berjalan, ia sampai di suatu pegunungan. Tempat itu tampaknya amat berbahaya karena macan seringkali keluar masuk tempat itu. Di situ ia melihat seorang wanita yang menggendong seorang anak bayi dan menggandeng anak yang tinggal di gubuk di dekat situ. Kong Hu Cu bertanya kepada wanita itu tinggal di tempat itu, padahal ia tahu jika tempat itu adalah tempat yang berbahaya. Ia berkata bahwa jika ia tinggal di kota, ia akan diperas habis habisan oleh pemerintah. Setiap hari selalu ada tagihan pajak yang datang. Sedangkan di tempat itu ada macan, tetapi tidak ada pajak. Mendengar ini Kong Hu Cu berkata bahwa, “Pemerintah yang kejam lebih galak daripada harimau”. Inilah kalimat yang ia katakana, tetapi ia telah pernah menyebut nyebut tentang demokrasi.
Mensius, dua ratus tahun setelah Kong Hu Cu, adalah filsuf kedua terbesar dalam sejarah cina. Mensius pernah mengatakan kalimat yang amat mirip dengan demokrasi, tetapi tetap bukan demokrasi: “Rakyatlah paling terhormat, wilayah kerajaan, kedua, dan raja adalah yang paling tidak penting”. Memang ada orang orang yang sebenarnya sudah amat mementingkan rakyat, tetapi itu tetap tidak cukup untuk membentuk sistem demokrasi. Walaupun orang Barat menyebut mensius sebagai salah satu filsuf yang paling demokratis di sepanjang sejarah kuno, baik di cina maupun di dunia timur, bibit demokrasi tetap tidak dapat kita temukan melalui dia.
Ketika saya berkhotbah di New York, saya berkata bahwa di sepanjang 3000 tahun sejarah sastra cina, cina tidak mempunyai bibit demokrasi. Di situ ada seorang professor yang pernah mengajar sejarah di Universitas Beijing. Ia merasa jengkel mendengar kalimat saya dan berkata bahwa ia akan menyelidiki apa yang saya katakana.
Dua bulan kemudian, di dalam kebaktian yang berbeda, ia kembali menulis surat kepada saya. Ia berkata bahwa setelah ia mati matian menyelidii, akhirnya ia menemukan istilah demokrasi muncul dua kali dalam sastra cina. Tetapi ia juga mengakui bahwa walaupun istilah yang dimunculkan adalah demokrasi, namun artinya tetap bukan demokrasi. Jadi, di dalam sastra cina tetap tidak ada bibit demokrasi.

3. Demokrasi di India
Di India juga tidak ada bibit demokrasi, walaupun pada saat ini India disebut sebagai Negara demokrasi terbesar di dunia. Mengapa?, Karena Hinduisme telah membagi manusia menjadi 4 kasta, sehingga itu berarti hak asasi manusia juga dibagi bagi. Mereka yang dilahirkan dalam lapisan pengemis dan orang miskin, tidak mungkin melompat ke kasta lain. Demikian pula mereka yang termasuk golongan aristrokat, untuk selama lamanya tidak akan pernah turun ke kasta yang lebih rendah. Jikalau demikian halnya, maka hak asasi manusia tidak mungkin dijalankan dengan baik. Oleh sebab itu, india tidak mempunyai bibit demokrasi
India menjadi Negara demokrasi bukan disebabkan karena Hinduisme, tetapi karena Gandhi yang dipengaruhi oleh keKristenan. Gandhi hidup sebagai seorang Hindu sampai pada kematiannya, akan tetapi hatinya adalah hati yang mengikut Yesus Kristus. Pemimpin pemimpin Asia sulit meninggalkan agamanya. Karena jika mereka memimpin negaranya, tetapi tidak setia kepada agama mereka, maka mereka sulit bertanggung jawab terhadap negaranya itu. Keberanian Sun Yat Sen meninggalkan confusionisme merupakan keberanian yang luar biasa, dank arena jasanya yang begitu besar, maka orang orang cina masih menghormati dia mati matian, walaupun ia tidak seagama dengan mereka.

4. Demokrasi dalam Revolusi Perancis
Telah kita lihat bahwa sistem demokrasi pertama di Barat adalah sistem kota di Yunani. Dan sistem demokrasi kedua adalah apa yang kita kenal dengan nama revolusi perancis tahun 1789 yang dimulai di penjara Bastille yang menyebabkan raja perancis waktu itu, Louis XIV, dipenggal kepalanya dengan guillotine.
Jean Jacques rousseau pernah menulis sebuah buku yang berjudul social contract. Konsep kontrak sosial bermula dari John Locke, seorang filsuf inggris yang berkata bahwa diperlukan persetujuan rakyat untuk memberikan mandate kepada penguasa dan untuk mengikat kekuasaannya sehingga ia tidak sewenang wenang di dalam memperlakukan rakyat. Akan tetapi, meskipun konsep kontrak sosial sudah muncul dalam pemikiran John Locke, tetapi buku Rousseau itulah yang menjadi pemicu kobaran api yang meletus pada tahun 1789 di Bastille, perancis.
Pada jaman itu ada banyak orang pintar, yaitu antara lain, Diderot, Voltaire, Allembert, para pendiri aliran Encyclopedia, namun mereka hanya menjelajah di wilayah rasio dan tidak membakar dunia instuisi. Rousseau adalah seorang yang mempunyai karisma yang besar dan tulisan tulisannya dapat langsung membakar intuisi dan menggugah pengertian seluruh rakyat perancis. Maka buku social contract dianggap buku yang membahayakan, dan langsung menjadi buku paling terlarang pada masa raja Louis XIV berkuasa di perancis.
Kalimat pertama dari buku itu langsung mencetuskan api yang menggugah umat manusia: “Manusia dilahirkan semua sama, tetapi karena sistem masyarakat yang berbeda beda, maka ada yang harus menjadi budak, ada yang sudah kehilangan hak karena ditindas, ada yang kebebasannya dirampas. Oleh karena itu, kita harus mendirikan suatu sistem masyarakat, dimana setiap orang berhak turut menentukan pembentukan masyarakat”. Itu merupakan suatu deklarasi yang menggugah seluruh dunia untuk menuju kepada demokrasi. Inilah satu deklarasi yang langsung mengetuk hati nurani seluruh umat manusia.
Apakah perancis merupakan induk dan pelopor demokrasi seluruh dunia?, di satu pihak, jawabannya adalah ya. Tetapi di pihak yang lain, perancis sebenarnya mengandung bahaya besar. Mengapa?, karena demokrasi, mereka menjunjung tinggi manusia dan kebebasan tanpa ditunjang oleh ikatan moral yang sesuai dengan Firman Tuhan.
Pada tahun 1989, Margaret Thatcher yang diundang untuk mengikuti perayaan dua ratus tahun revolusi perancis, menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh wartawan: “Revolusi perancis tidaklah buruk, akan tetapi kekacauan, pembunuhan dan ketidakadilan banyak terjadi pada saat itu”.
Salah seorang sastrawan perancis yang terbesar yang bernama Roman Rolley, pada masa mudanya berkata: “Bebas! Bebas! Itu yang terpenting. Meskipun hidup sangat berharga dan cinta sangat bernilai, tetapi demi memperoleh kebebasan kedua hal ini bilah dibuang”. Ini berarti, kalau saya tidak bebas, maka saya lebih baik mati, dan untuk mendapatkan kebebasan tidak ada cinta pun tidak apa apa. Akan tetapi sebelum ia meninggal, kalimat terakhirnya adalah: “Bebas!, Bebas!, sayang sekali begitu banyak dosa memakai kamu sebagai jubah dan topengnya untuk kemudian merajalela di masyarakat kami”. Ia akhirnya menyesal karena kebebasan yang tidak terkendali ternyata telah mengakibatkan kerusakan moral di perancis.

5. Demokrasi Dalam Iman Kristen
Demokrasi di perancis akhirnya tidak berjalan lama dan pernah menimbulkan suatu akibat yang sangat mengerikan. Demokrasi di Yunani kuno juga tidak melibatkan banyak orang yang dianggap budak, perempuan dan anak anak. Demokrasi di inggris tidak menurunkan raja tetapi hanya membatasi kuasa kerajaan dengan memakai sistem monarki konstitusional, sedangkan demokrasi di amerika dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu agama Kristen dan revolusi perancis. Jadi, dimanakah kita dapat menemukan bibit demokrasi?
 Bibit demokrasi dapat ditemukan di dalam Kitab Suci dan dipertumbuhkan oleh Reformasi yang asli. Kira kira 500 tahun yang lalu, para reformator mulai kembali memikirkan apa yang disebut dengan peta dan teladan Allah. Manusia dicipta menurut peta dan teladan Allah sehingga manusia harus berpikir seturut pikiran Tuhan, berperasaan seturut perasaan Allah, berkehendak seturut kehendak Allah, diikat di dalam hukum yang seturut dengan hukum Allah.
Semua tuntutunan dari Teologia Reformed ini mengakibatkan kemungkinan terciptanya sekelompok masyarakat yang dibentuk oleh orang orang yang sadar bahwa mereka semua dicipta seturut peta dan teladan Allah, dan yang oleh karenanya harus hidup memancarkan kemuliaan Allah dan harus turut mengatur masyarakat dengan perasaan takut kepada Allah, mencintai orang lain seperti mencintai diri sendiri.
Dimana Calvinisme berada, Calvinisme selalu menjadi perangsang demokrasi yang paling penting. Dimana Teologia Reformed berada, di sana orang orang Kristen digugah bahwa mereka tidak hanya sekedar menunggu untuk dipanggil ke Sorga, mereka juga harus turut bekerja untuk memperbaikki masyarakat dimana mereka berada. Jadi, Calvinisme atau Teologia Reformed menjadi perangsang perangsang yang paling ampuh untuk memberikan bibit hak asasi manusia kepada seluruh dunia ini.
Kalau kita membandingkan demokrasi di Yunani, demokrasi di perancis, dan demokrasi yang dipengaruhi oleh Teologia Reformed, maka kita akan melihat hal yang sangat berbeda. Demokrasi di Yunani adalah demokrasi yang tidak merata, perempuan, anak anak dan orang asing tidak mempunyai hak untuk turut berpartisipasi. Demokrasi di perancis adalah demokrasi ateisme, yang hanya menuntut hak dan tidak pernah menyinggung kewajiban dan tanggung jawab kepada Allah. Sedangkan demokrasi yang diakibatkan oleh Teologia Reformed berhasil menyeimbangkan fungsi rasio, fungsi hukum dan fungsi moral, yang ketiga tiganya dipunyai oleh manusia yang diciptakan menurut peta dan teladan Allah. Keseimbangan di antara ketiga fungsi ini membentuk keseluruhan kewajiban manusia, jika ia mau memakai hak sebagai manusia. Di sinilah sumbangsih iman Kristen yang berkenaan dengan hak asasi manusia.
Jadi, demokrasi yang sesungguhnya adalah demokrasi yang sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Alkitab, yaitu seorang pemimpin harus memperlakukan rakyat dengan pengertian bahwa setiap orang dicipta menurut peta dan teladan Allah. Jika pengertian tentang hak asasi manusia dicabut dari pengertian teologia yang diwahyukan di dalam Alkitab, maka tidak akan ada lagi pengaturan untuk hal moral. Ini yang pertama.
Kedua, jikalau pengertian bahwa manusia sudah jatuh ke dalam dosa tidak menjadi dasar untuk mengerti hak asasi manusia, maka pelaksanaan hukum akan menjadi sangat longgar dan berbagai pengampunan terhadap dosa dosa yang mungkin diperbuat oleh mayoritas manusia akan merajalela, sehingga arah kebebasan di hari depan akan sulit dikontrol.
Mengapa keKristenan harus menjadi sumber dari demokrasi?. Mengapa keKristenan memberikan bibit yang terbaik bagi sistem bermasyarakat?, karena orang Kristen melihat manusia melalui wahyu Tuhan. Orang Kristen memperlakukan manusia seperti Allah menghargai manusia. Selain itu, yang menjadi standar untuk mengukur diri kita dan orang lain adalah bagaimana hubungan seseorang dengan Tuhannya dan bagaimana ia menjalankan kehendak Tuhan. Jikalau kita mengerti Firman Tuhan, dan mengetahui bagaimana cara dan tujuan Ia menciptakan manusia, dan bahwa Ia menetapkan manusia di antara Allah dan alam, maka kita akan mengetahui bagaimana kita harus menghargai, mengevaluasi, dan mengembangkan diri, dan bagaimana kita harus mempertanggungjawabkan segala kebebasan kita kepada Tuhan.
Alkitab berkata, “Kasihilah sesamamu manusia, seperti dirimu sendiri” (Mat 22:39). Kalimat yang telah sering kita dengar ini sebenarnya adalah dasar hak asasi manusia yang menjadi prinsip yang tidak boleh digoncangkan untuk selama lamanya. Mengapa para penguasa memperlakukan rakyat secara sembarangan dan mengapa seseorang menindas hak orang lain?, karena ia tidak sadar bahwa di dalam diri orang lain, ada suatu diri yang nilainya sama dengan dirinya sendiri. Oleh sebab itu, jika saudara tidak mau diri saudara diperlakukan secara sembarangan, jangan memperlakukan orang lain secara sembarangan. Demokrasi dan hak asasi manusia harus diletakkan di atas dasar prinsip Alkitab.
Tuhan berkata, “Biarlah semua raja mengikat FirmanKu pada kepalanya, pada lengannya dan pada jubahnya”. Ini berarti semua yang menjadi pemerintah harus memikirkan semua kebenaran yang telah Tuhan ajarkan, sehingga semua tindakannya didasarkan pada Firman. Tidak salah jika Tuhan memerintahkan mereka mengikat kebenaran pada jubahnya supaya kemanapun mereka pergi, tindak tanduk mereka tetap berdasarkan Firman.

By Pdt.Dr.Stephen Tong 

0 Response to "Demokrasi Dalam Iman Kristen & Demokrasi Kebudayaan Dunia"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label