Memahami Globalisasi, Part 2

Memahami Globalisasi, Part 2

Jadi sekuralisasi penciptaa kekayaan terjadi di dalam sebuah budaya yang dibentuk oleh pemikiran Kristen, termasuk doktrin doktrin utama yang dijabarkan dari iman Kristen. Wright mencatat:
“Otonomi individu dan tanggung jawabnya bagi keputusan keputusan pribadi; kesadaran bahwa kondisi kondisi material dari eksistensi di dunia ini tidaklah pasti, tetapi dapat dikembangkan untuk meningkatkan standar kehidupan naluri kreatif yang dapat dikembangkan dalam setiap manusia; konsep pelayanan bagi orang lain sebagai suatu tugas khusus terhadap setiap anggota komunitas. Sekularisasi tidak menghilangkan konsep konsep ini: malah mengintegrasikannya ke dalam sistem ekonomi”.
Jadi, penciptaan kekayaan pada hakikatnya adalah suatu aktivitas manusia yang baik, yang menjadi bagian dari rencana Allah pada skala yang sangat besar.
“Rencana Global Allah”.
Allah sedang melakukan misi global. Perintah awal Allah kepada Adam dan Hawa adalah “memenuhi bumi”. Mereka diharapkan memperluas Taman Eden ke dalam dunia. Mereka berbuat dosa dan diusir dari taman itu. Kemudian, seperti dikisahkan dalam Kejadian 11, orang orang Sinear membangun sebuah menara untuk mencoba mencapai langit dan untuk menguatka budaya mereka yang otonom dan seragam (agar mereka mempunyai satu bahasa). Maka, Allah turun ke bumi untuk mencerai beraikan mereka secara fisik dan budaya. Ini merupakan tindakan penghakiman (hukuman atas dunia otonom dan gaya hidup buatan mereka sendiri) dan penggenapan (dengan memaksa mereka agar melaksanakan tugas memenuhi bumi).
Akan tetapi, tugas memenuhi ini tidak dimaksudkan secara seragam seperti yang dilakukan orang orang Sinear. Alasannya terkait dengan Allah yang menciptakan kita seturut dengan gambarNya. Allah adalah Allah yang Esa, dalam tiga pribadi yang berhubungan tanpa melebur. Istilah Yunani untuk ini adalah perichoresis, yang berarti saling menghidupkan dan saling memasuki, bukan suatu penyeragaman satu Allah melainkan suatu persekutuan yang kaya dari Bapa, Anak dan Roh Kudus dimana masing masing untuk yak lain dan semua untuk yang satu.
Dallas Willard berkata, “Realitas utim adalah suatu kesatuan antarpribadi yang terlalu satu untuk menjadi banyak dan yang terlalu banyak untuk menjadi satu”.
Allah menciptakan dua jenis manusia (laki laki dan perempuan). Ini menyatakan dengan tegas bahwa kehidupan manusia tidak boleh menjadi sesuatu yang seragam, tetapi menjadi kemanusiaan yang kaya melalui penciptaan berbagai budaya, gaya hidup, dan bahasa. Untuk misi inilah menjadi berkat bagi segala bangsa, Abraham dipanggil dan juga semua keturunan Abraham melalui iman dalam Yesus Kristus. Antithesis misi global Allah ini adalah menara Babel. Prototype misi global ini adalah hari Pantekosta – visi yang menginspirasi Paulus dalam misi kerasulannya dan surat suratnya, suatu kesatuan yang kaya melalui berbagai. Penyempurnaan misi global ini adalah dalam Yerusalem baru, suatu komunitas internasional dan antar ras yang heterogen dengan semua suku, masyarakat, bahasa dan kebudayaan yang diintegrasikan secara perichoretis, tanpa melebur, di sekeliling tahta Allah dan Yesus sang Anak Domba.
Globalisasi seperti yang dialami dan dirasakan di seluruh dunia saat ini sebagian besar merupakan fenomena penyeragaman yang memaksa manusia untuk menemukan identitas identitas mereka dalam kelompok ras dan etnis yang lebih kecil. Ironisnya, itu terjadi ketika kita hidup untuk pertama kali dalam sebuah desa global. Namun, pada saat bersamaan, suatu persetubuhan kebudayaan dan karunia yang kaya mengalir di antara bangsa bangsa dalam kemunculan perekonomian dunia, yang bahkan dulu oleh Bapa bapa Gereja telah ditautkan dengan anggota tubuh Kritus, lengan, mata, mulut, dan kaki, suatu kesatuan indah dalam berbagai yang di dalamnya kita dapat berkata dengan tulus, “Saya membutuhkan Anda”.
Michael Novak mencatat,
“Perdagangan, seperti ditulis oleh Bapa bapa Gereja Katolik Timur, terutama St. John Chrysostom, adalah ikatan material di antara orang orang yang mempertontonkan, seolah olah simbolis, kesatuan ras manusia – atau, seperti yang dengan berani ia ungkapkan dalam bahasa mistik, secara terus menerus memperlihatkan sebagai suatu tanda material tubuh mistis Kristus”.
Implikasi dari pengertian ini adalah bahwa perdagangan dunia dapat memberikan sumbangsih substantial bagi perdamaian dunia.
Robert Richard, seorang ahli ekonomi bertanya, “Dapatkah anda saat ini, bahkan dalam proses berpikir yang paling aneh dan gila, membayangkan orang Jepang mengebom Pearl Harbor?”, tentu saja tidak. Bahkan mengajukan pertanyaan itu saja kelihatannya tidak masuk akal untuk satu alasan sederhana: mereka akan menyatakan perang kepada pelanggan terbaik mereka. Kesejahteraan keluarga khas Jepang secara langsung berhubungan dengan kesejahteraan keluarga Amerika, dan sebaliknya”.
Tetapi, seperti yang telah saya katakana, Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mencakup suatu kritik moral ekonomi tentang penciptaan kekayaan.
“Tahun Yobel”.
Paul Williams, seperti disebutkan di atas, merasa yakin bahwa terdapat suatu “ekonomi Kristen yang khas, yang dapat diterapkan pada masyarakat modern dan didasarkan pada sifat relasional mendasar Allah dan pernyataan Alkitabiah. Tujuan tujuan realsional yang membentuk proses pasar dalam pendekatan Alkitabiah membangun suatu paradigma Kristen atau organisasi sosio ekonomi masyarakat yang dibedakan baik dengan sayap kanan maupun sayap kiri politik kapitalisme yang saat ini sedang ditawarkan”.
Prinsip ekonomi Kristen ini terutama didasarkan pada hukum Perjanjian Lama tentang Yobel (Tahun pembebasan) dalam Imamat 25, pernyataan para nabi tentang keadilan sosial dan ekonomi, penggenapan visi Yobel yang diberitakan oleh Yesus melalui khotbahNya dalam Lukas 4:18-19, dan visi utama tentang Kerajaan Allah dalam Langit Baru dan Bumi Baru (Why 21-22). Kita melihat dalam hukum Perjanjian Lama ini suatu paradigma bentuk kehidupan dimana kita diundang untuk hidup di bawah suatu Perjanjian Baru yang diteguhkan oleh kedatangan Kristus. Kemudian, seperti yang disampaikan oleh Chris Wright, “Berbagai paradigma memberikan kita tujuan tujuan tanpa perlu perubahan harafiah praktik praktik bangsa Israel kuno”.
Para nabi menunjukkan bahwa Israel telah menghianati hubungan intim mereka dengan Allah dan percaya kepada ilah ilah lain atau bangsa bangsa lain, malah mereka gagal hidup menurut hukum Allah dan dengan demikian gagal pula menjadi sebuah bangsa panutan. Hal ini nyata dalam berbagai keputusan yang tidak adil, penindasan orang orang miskin, praktik praktik korupsi dan kebohongan. Para nabi menunjukkan beberapa hal yang menjadi keprihatinan mereka:
1. Penindasan terhadap orang miskin
2. Manipulasi uang – inilah yang menjadi perhatian nyata dari ungkapan timbangan dan takaran yang tepat, yang bukan mengenai harga harga yang wajar melainkan mata uang yang dapat dipercaya dan wajar
3. Penjualan sisa sisa gandum yang dikumpulkan dengan sapu dan lantai tempat menggasak
4. Penguasaan tanah oleh segelintir orang (Yes 5:8 – menyerobot rumah demi rumah dan mencekau ladang demi ladang)
5. Tindakan mencurangi seseorang atas rumah dan warisannya (Mi 2:2).
Yehezkiel melihat pembaruan Yobel sebagai bagian dari pemulihan kejayaan bangsa Israel (46:16-18). Secara khusus ketentuan Yobel dalam Imamat 25 memberikan suatu paradigma untuk melihat ke depan suatu cara ekonomis yang berfungsi bukan hanya bagi Gereja tetapi juga bagi dunia. Penekanan utama hukum ini adalah sebagai berikut:
1. Allah memercayakan tanah kepada keluarga keluarga yang tidak memiliki tanah sendiri (yang dimiliki Allah), tetapi dapat memperoleh keuntungan dengan tanah itu bahkan jika terjadi kesulitan ekonomi.
2. Jika tanah itu harus dijual, maka semua yang dapat dijual dilepas hak gunanya (berdasarkan pada jumlah tahun hingga tahun Yobel berikutnya)
3. Orang orang yang terjerat hutang atau yang dipaksa bekerja sebagai orang upahan harus dibebaskan dan dikembalikan kepada harta miliknya.
Williams memberikan komentar: “Tidak ada sama sekali tendensi untuk mengabaikan persediaan dan permintaan, atau menimbulkan kerugian ekonomis pada orang orang yang tanahnya diambil pada tahun Yobel, ketentuan ketentuan ini sebenarnya menciptakan sebuah pasar penyewaan tanah yang sempurna secara transparan”.
Williams mengkritik Ron Sider, yang mengatakan bahwa ini berarti mengabaikan hukum persediaan dan permintaan. Sebaliknya, Williams menyatakan, “Teks ini pada saat yang sama melarang pasar kepemilikan mutlak atas tanah, karena hanya Allah yang memegang hak kepemilikan mutlak… pada dasarnya, hukum Yobel akan mencegah akumulasi kepemilikan tanah di tangan segelintir petani kaya dan alienasi permanen setiap keluarga Israel dari fondasi fondasi sosio ekonomi masyarakat mereka. Sebuah contoh dramatis tentang hal ini adalah aturan bahwa anak anak perempuan Zelafehad harus kawin dengan laki laki dalam suku mereka (Bil 36:1-12).
Apa yang dilakukan oleh hukum ini?
Pertama, hukum ini menjamin sentralis keluarga besar dalam kehidupan bangsa Israel
Kedua, membatasi ketidaksetaraan ekonomi dengan melarang riba dan mencegah putusnya hubungan antara keluarga dengan keluarga mereka.
Ketiga, pelarangan riba mengurangi pinjaman atau utang di luar kelompok kekerabatan.
“Orang orang dengan modal tidak lebih akan mendapatkan insentif ekonomi untuk meminjamkan di luar kelompok kekerabatan mereka, (1). Karena mereka tidak akan mendapatkan pengembalian dan (2). Karena mereka memiliki resiko kehilangan seluruh modal pada tahun penghapusan hutang.
Sebaliknya, Sider menganjurkan pengalihan kekayaan yang diatur oleh Negara melalui sistem pajak, dan hasilnya dirasakan oleh orang orang yang menerima pengalihan kekayaan itu yang pada hakikatnya menerima pendapatan yang diatur oleh Negara. Tetapi, menurut Williams hal ini juga akan menjadi suatu penghindaran pekerjaan orang kaya.
Asumsi kunci dari kapitalisme adalah ekonomi pilihan. Para individu mengoptimalkan pilihan untuk memaksimalkan manfaatnya. Agar ini berhasil harus ada mekanisme pasar bebas bagi tenaga kerja dan modal, serta perdagangan bebas. Bertentangan dengan kapitalisme, ekonomi kontrak dalam Perjanjian Lama (dan apa yang dicontohkan Israel kepada bangsa bangsa lain) dilandaskan pada kepemilikan utama Allah, tautan yang kuat antara suatu keluarga besar dan alat alat produksi, penguatan komunitas dan kekerabatan melalui larangan pemberian pinjaman dengan riba (karena tidak aka nada insentif bila memberikan pinjaman di luar kelompok kekerabatan), dan ketentuan pembebasan dan pembaruan bagi mereka yang  mengalami masa masa sulit kesulitan ekonomi. Ketentuan ekonomi dalam Perjanjian Lama pada dasarnya bersifat relasional dan komunal.
Meneliti lebih jauh. Williams, mengatakan bahwa ekonomi Alkitabiah berdasarkan pada penatalayanan. Ia membandingkan ekonomi Alkitabiah dengan model kapitalisme yang berlaku sekarang di dunia Utara dan Barat. Aktivitas perekonomian harus membuahkan hasil, harus peduli pada seluruh ciptaan, dan harus mendukung kebudayaan yang menghormati Allah, berlawanan dengan tujuan kapitalisme barat jelas jelas ingin menumpuk kekayaan, yang mendorong meningkatnya biaya sosial dan lingkungan hidup. Ekonomi Alkitabiah bekerja bagi perdamaian relasional, berlawanan dengan visi kapitalisme tentang kebebasan individual. Alih alih mencari kebaikan seluruh dunia, seperti yang dianjurkan oleh ekonomi Alkitabiah, kapitalisme lebih focus pada manfaat secara individual, yang menggiring pada pembenaran atas ketamakan dan pemujaan kekayaan.
Sementara kapitalisme modern menekankan pentingnya mobilitas menyeluruh untuk memaksimalkan akumulasi kekayaan. Alkitab membatasi mobilitas modal, terutama untuk memaksimalkan hubungan dan stabilitas sosial (yang mencakup pekerja yang menetap secara relative). Bahkan yang lebih mendasar, sementara kapitalisme modern memprioritaskan kebebasan individu di atas ikatan komunitas. Alkitab bermaksud mengorbankan unsur unsur kebebasan individu (misalnya, dengan siapa anda dapat menikah) dan dorongan akumulasi kekayaan dengan tujuan menjamin kebebasan untuk menjalin hubungan.
Apakah Yobel mempunyai penerapan langsung dengan perekonomian lokal maupun global?, Williams menyatakan bahwa Yobel memilikinya dalam tiga area:
Pertama, Yobel berbicara tentang kepemilikan tanah. “Seluruh cakupan hukum modern cenderung mengurangi adanya kemungkinan hubungan jangka panjang dalam suatu keluarga, suatu komunitas, dan suatu tempat. Pembaruan hukum warisan dan kesanggupan membangun kepercayaan terhadap keluarga akan membantu dalam hal ini.
Kedua, Yobel mempunyai penerapan yang sedang berlangsung dalam hal larangan atas riba Williams mengungkapkan nilai dari koperasi simpan pinjam, bank rakyat, dan program program lokal untuk mendapatkan tabungan bagi proyek proyek investasi regional.
Dan ketiga, Yobel, memperjuangkan sentralitas keluarga besar. Perekonomian barat pada umumnya telah merusak peran keluarga besar untuk keuntungan Negara (sebagai penyedia kesejahteraan), perusahaan (sebagai konteks aktivitas ekonomi), keluarga batih (sebagai sumber utama kesetiaan), dan individu (satuan dasar masyarakat).
Tetapi menjalankan ekonomi Kerajaan Allah menurut jalur ini dan membawa transformasi dalam bisnis, baik secara lokal maupun global, pasti menghadapi perlawanan.

“Kekuasaan”.
Dalam Alkitab, istilah kekuasaan, pemerintahan, takhta, dan otoritas, sering digunakan oleh Paulus, yang mencakup serangkaian realitas yang sangat mempengaruhi kehidupan kita saat ini. Realitas tesebut mencakup mulai dari struktur struktur sosial, sistem sistem ekonomi (seperti kapitalisme), idelologi ideology, serta sistem sistem hukum dan pemerintahan yang kelihatan, hingga kekuatan kekuatan dan tokoh tokoh spiritual yang tidak kelihatan, yang menimbulkan perlawanan: kematian, mammon, roh jahat dan setan. Yang mengagumkan kekuatan kekuatan ini pada awalnya diciptakan oleh Allah dan untuk Allah, mereka diciptakan dengan baik dan diciptakan untuk kebaikan kita (Kol 1:15-17).
Kita hidup di alam semesta yang teratur – dalam sebuah kosmos, bukan chaos. Kekuasaan itu seperti bendungan yang menahan chaos. Namun, kekuasaan itu telah didiami oleh iblis, menjadi sarana kekuasaan bagi dirinya sendiri; menentang Allah dan menyerupai Allah dalam pengaruhnya. Namun, menurut Kolose 2:13-15, Kristus melakukan tiga hal dengan kekuasaan ketika Ia mati di kayu Salib dan bangkit dari kematian: Yesus melucuti mereka, Ia menunjukkan bagaimana kekuatan iblis begitu sombong dan lemah, dan Ia menang atas mereka. Mereka masih memiliki pengaruh atas kita, tetapi pada hakikatnya, mereka telah menemukan padanan mereka. Seorang penulis menggambarkan mereka seperti orang orang jahat yang dirantai menendang diri mereka sendiri hingga tewas.
Kapitalisme dan globalisasi adalah kuasa kuasa. Selanjutnya, seseorang yang bekerja di dunia harus menghadapi dimensi dimensi perlawanan yang lain, termasuk ketamakan, persaingan yang ganas, praktik praktik ketidakadilan, pengangguran yang sistemik, eksploitasi tenaga kerja dan terkadang kejahatan.  Berbicara tentang ajakan merebut jiwa kekuasaan.
Max Stackhouse berkata, “Kekuasaan yang benar benar memaksa, bagaimanapun juga, bukanlah dinamika impersonal atau yang netral secara moral atau spiritual seperti gravitasi. Mereka merebut jiwa manusia, mereka membentuk persepsi massa, mereka menciptakan sebuah etos dan membentuk kebiasaan kebiasaan, adat istiadat dan berbagai institusi dan rencana rencana kehidupan yang mungkin akan dibayangkan atau diperluas.
Bagaimana kita berhubungan dengan kuasa kuasa itu?, secara historis Gereja telah berhubungan dengan kekuasaan dalam 4 cara, tergantung dari penjelasan metafisiknya. Jika suatu masalah dilihat sebagai sesuatu yang berhubungan dengan iblis, solusinya adalah menengahi dan melakukan eksorsisme (pengusiran roh jahat). Jika suatu masalah ditetapkan sebagai sebuah struktur yang dikuasai oleh setan, maka solusinya adalah melakukan pendekatan sebagai orang lemah yang menderita seperti yang umum dilakukan oleh kaum Anabaptis dan Menonit. Jika suatu masalah diagnosis sebagai struktur struktur yang rusak, hancur dan berdosa. Maka solusinya adalah masuk sebagai pelaku yang membuat perbedaan dalam politik, bisnis, ekonomi dan pemerintahan dan media. Akan tetapi, jika penilaiannya adalah bahwa struktur struktur kejahatan itu tidak dapat dibebaskan, seperti yang diasumsikan oleh para analis Marxis tentang kapitalisme, maka harus ada suatu revolusi yang adil dan penggantian struktur struktur kejahatan tersebut.
Globalisasi adalah suatu kuasa yang dapat dibebaskan melalui seluruh strategi pergulatan dengan berbagai kekuasaan: doa, menderita ketidakberdayaan, partisipasi transformative, dan dalam beberapa kasus, penggantian.
Max Stackhouse ditanya, Apakah Allah ada dalam globalisasi?, Dia menjawab, “Ya dan tidak!”, Ya, Allah berada adalam globalisasi, merajut seluruh bangsa bersama dalam perdagangan dan suatu komuninatas perusahaan, jika tidak bangsa bangsa bisa saja saling berperang. Allah berada dalam globalisasi untuk menolong bangsa bangsa meningkatkan kesejahteraan mereka dan mengangkat orang miskin. Max Stachouse berpendapat bahwa Allah berada dalam proses menjalankan kehendakNya dan bahwa kekuatan sosial budaya yang sering diidentifikasi sebagai globalisasi sebenarnya dibentuk dalam beberapa masyarakat yang secara fundamental dikukuhkan oleh etika teologis Kristen, artinya kekristenan sangat bertanggung jawab untuk itu. Tidak, Allah tidak berada dalam globalisasi ketika globalisasi malah memperbesar ketergantungan dan utang kepada dunia utara dan barat yang kaya, ketika globalisasi mendehumanisasi manusia dalam pabrik pabrik yang memeras tenaga mereka, ketika globalisasi memerkosa bumi ketimbang menjadi pelayanan bagi keutuhannya.
Apakah globalisasi adalah Kerajaan Allah?, tidak. Tetapi dapatkah kita bekerja dalam ekonomi global dan melakukannya sebagai pelaku pelaku Kerajaan Allah? Ya. Apakah globalisasi adalah suatu kesempatan untuk bekerja dan melayani menuju Visi Yerusalem baru? Ya. Jika kita bekerja dan melayani dalam pelayanan transformative, dalam persekutuan, dalam visi profetis dan dalam pewartaan. Seperti dikatakan oleh Stackhouse, “Kristus membawa kuasa, otoritas, dan pemerintahan ini di bawah hukum Allah bagi rencana Allah sebagai bagian dari kemurahan hati Allah, dan semua orang percaya dipanggul untuk menjadi pelaku pelaku proses rekonsiliasi ini demi kemuliaan Allah.
Globalisasi ekonomi mengandung resiko dan janji. Orang Kristen perlu memahami fenomena ini, sesuatu yang jarang sekali dibuktikan dalam pemberitaan dari mimbar Gereja. Orang Kristen perlu memiliki sebuah teologi tentang penciptaan kekayaan dan memahami apa tujuan dari janji Allah yan berhubungan dengan menciptakan dan memuaskan kebutuhan dan keinginan. Orang Kristen tidak perlu mundur dari partisipasi sepenuh hati dalam tatanan ekonomi, bahkan dalam perusahaan perusahaan di dalamnya, dimana mereka dapat membuat suatu perbedaan. Orang Kristen juga harus melihat kemungkinan kemungkinan perluasaan Kerajaan Allah yang luar biasa melalui perluasan dunia perdagangan (seperti yang kita bahas sebelumnya) dengan cara yang sama seperti diramalkan oleh Carey bahwa Injil menyebar ke seluruh penjuru pada awal era modern.
Dan akhirnya orang Kristen harus memegang peranan penting dalam memedulikan orang miskin. Khususnya menyediakan sarana terutama bagi penciptaan kesejahteraan mereka sendiri meskipun tidak secara eksklusif melalui pembangunan ekonomi skala kecil dan menengah.
Ralph McCall, seorang entrepreneur Swis yang pernah bekerja pada beberapa perusahaan multinational, mengatakan bahwa Eropa bisa saja menjadi kelompok orang miskin dan perusahaan multinasional menjadi suku yang hilang yang harus dijangkau.

By Paul Stevens

0 Response to "Memahami Globalisasi, Part 2"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label