Memahami Kejahatan Korupsi Part 1

Memahami Kejahatan Korupsi Part 1

“Penggolongan pelaku Fraud”
Fraud dapat dilakukan oleh siapa saja dan biasanya dilakukan sehubungan dengan jabatan atau kedudukan tertentu yang dimilik seseorang. Berdasarkan pelakunya, fraud, biasanya digolongkan menjadi 2 jenis, yaitu: occupational fraud (white collar crimes dan blue collar crimes) dan organizational fraud. White collar crime biasanya dilakukan oleh orang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam organisasi atau perusahaan, sementara blue collar crime biasanya dilakukan oleh buruh atau pegawai rendahan dalam suatu organisasi atau perusahaan. Sedangkan organizational fraud terbagi menjadi tiga, yaitu: tax fraud, financial statement fraud dan fraud lainnya.
“Kejahatan Kerah Putih (White collar crimes)”
Menurut Dictionary of criminal justice data terminology, USA Federal Bureau Of Justice statistics, kejahatan kerah putih didefinisikan sebagai kejahatan yang tidak menggunakan kekerasan untuk mendapatkan keuntungan yang dilakukan dengan komitmen menggunakan penipuan oleh orang yang mempunyai status pekerjaan sebagai wirausaha, professional atau semiprofessional, menggunakan keahlian khusus dan kesempatan yang mereka miliki.
Ada 4 tipe utama kejahatan kerah putih menurut Edelhertz dalam bukunya The Nature, Impact and Prosecution of White collar crime, yaitu:
1. Pelanggaran Ad Hoc (Ad Hoc Violation) – didasarkan komitmen untuk keuntungan pribadi, misalnya penggelapan pajak
2. Pengingkaran kepercayaan (Abuse of trust) – dilakukan oleh orang di dalam organisasi untuk melawan organisasi yang lain, misalnya penyuapan, pemberian hadiah illegal
3. Kejahatan kolateral bisnis (Collateral business crimes) – dilakukan oleh organisasi untuk memperkokoh kegiatan bisnis, misalnya timbangan dan pengukuran yang sengaja diselewengkan ukurannya atau perusakan lingkungan hidup
4. Permainan kepercayaan diri (Confidenc games) – fraud yang dilakukan dengan sengaja untuk menipu klien, missal menjual saham kosong, atau tanah yang bukan miliknya.
“Kejahatan kerah biru (Blue collar crime)”
Kejahatan kerah biru biasanya dilakukan oleh pegawai yang memiliki status rendah dalam struktur organisasi ataupun oleh buruh. Kejahatan kerah biru berbeda dengan kejahatan kerah putih bila dilihat dari modus yang dilakukan oleh pelakunya. Biasanya pelaku kejahatan kerah biru lebih banyak melakukan aksinya berdasarkan tindak kekerasan dan mudah dibuktikan secara fisik, misalnya pencurian barang persedian, sementara kejahatan kerah putih lebih banyak dilakukan berdasarkan teknik dan kemampuan yang dimiliki.
“Penggolongan pelaku fraud lainnya”
Selain dibedakan menjadi blue collar crime dan white collar crime. Fraud (crime) dibedakan juga berdasarkan tipe pelakunya.
Marshall B Clinard dan Richard Quinney mendefinisikan occupational fraud dilakukan oleh individu sehubungan dengan kegiatan pekerjaannya, sementara organizational fraud sebagai fraud yang dilakukan oleh perusahaan atau organisasi pemerintahan. Sebagao contoh kelalaian yang disengaja dalam membayar pajak badan (PPh badan) akan menjadi organizational fraud, sementara kelalaian yang disengaja dalam membayar pajak pribadi akan menjadi occupational fraud.
“Organizational fraud”
Organizational fraud dapat terjadi karena ada hubungan yang kompleks dan harapan yang tinggi dari dewan direksi dan eksekutif organisasi induk perusahaan kepada divisi atau anak cabang. Jenis fraud yang dilakukan organisasi terkadang tidak dapat dihukum dengan hukuman kurungan, namu hanya dengan denda. Tipe fraud ini dapat berupa penghindaran pajak dengan menggunakan skema transfer pricing, atau memalsukan laporan keuangan untuk menghindari pajak. Clinard dan Yeager dalam buku Corporate crime, dalam studinya menemukan 6 jenis kegiatan utama fraud yang dilakukan oleh organisasi:
1. Administratif – berupa ketidakpatuhan pada peraturan perundang undangan
2. Lingkungan – berupa pencemaran lingkungan atau penebangan kayu illegal
3. Keuangan – berupa penyuapan, pemberian hadiah yang tidak sah kepada pejabat
4. Berupa diskriminasi pegawai – pelanggaran upah minimum, dan jam kerja
5. Kecerobohan proses produksi yang menyebabkan kecelakaan kerja
6. Praktik perdagangan yang tidak jujur berupa monopoli, perjanjian antar competitor untuk menguasai pasar.
Perlu dipahami bahwa organizational fraud berbeda dengan organized crimes walaupun mungkin organizational crimes bisa menjadi bagian atau sarana dari organized crimes. Organized crime adalah kejahatan / fraud yang disengaja dan dilakukan secara terstruktur dan terorganisasi, misalnya sindikat obat bius, triad dan yakusa.
“Suap, Korupsi dan Imbalan Gelap”
ACFE membagi korupsi menjadi 4 bagian pokok, yaitu penyuapan (bribery), perluasan ekonomi (economic extortion), pemberian illegal (illegal gratuities) dan benturan kepentingan (conflict of interest).
Penyuapan didefinisikan sebagai menawarkan, memberi, menerima sesuatu yang berharga untuk memengaruhi keputusan resmi yang diambil. Penyuapan tidak hanya berlaku di sector pemerintahan tetapi juga di sector swasta. Pemberian illegal hampir sama dengan penyuapan, tetapi dalam skema ini pemberian dilakukan bukan untuk memengaruhi keputusan melainkan sebagai hadiah atas keputusan yang diambil. Apabila dalam skema suap dan pemberian illegal yang berperan adalah orang lain di luar pelaku fraud, namun dalam skema perluasan ekonomi berlaku sebaliknya.
Dalam skema perluasan ekonomi, pelaku meminta sejumlah uang atau pembayaran jasa atau sesuatu yang dilakukan sebagai akibat mempermudah atau mengambil keputusan yang menguntungkan pihak lain. Benturan kepentingan terjadi ketika pegawai, manajer, ataupun eksekutif perusahaan memiliki kepentingan pribadi ataupun kepentingan ekonomi yang dapat mempengaruhi organisasi/perusahaan.
“Penyuapan”.
ACFE menggolongkan penyuapan ke dalam 2 kategori yaitu umpan balik (kick back) dan skema bid rigging.
Skema umpan balik sangat mirip dengan skema kecurangan penagihan (billing schema). Umpan balik dikategorikan sebagai korupsi, bukan sebagai penyalahgunaan asset karena melibatkan kolusi antara pegawai dan pihak luar (supplier). Di perusahaan biasanya umpan balik selalu terjadi di bagian pembelian dan yang menjadi pelaku adalah kepala bagian pembelian. Sebenarnya biaya untuk melakukan umpan balik berasal dari perusahaan korban sendiri, bukan berasal dari pemberi umpan bali. Namun umpan balik cukup berbahaya karena dapat mempengaruhi keputusan untuk tetap membeli bahan baku dari supplier yang sama, terkadang tanpa melakukan evaluasi atas kinerjanya. Supplier dapat memberikan bingkisan berupa barang ataupun uang kepada bagian pembelian.
Sedangkan bid rigging terjadi biasanya dalam proyek yang ditenderkan. Dalam kondisi normal, semua peserta tender seharusnya memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi pemenang proyek. Namun, ketika skema bid rigging telah terjadi, semakin besar uang yang disetor maka akan semakin besar kemungkinan orang atau organisasi memenangkan tender. Proses terjadi sebelum tender, pada saat tender dan setelah tender. Biasanya jenis ini terjadi pada proyek proyek pemerintah tetapi juga tidak menutup kemungkinan terjadi di sector swasta.
“Fraud dalam kajian hukum”.
Kecurangan atau fraud adalah suatu konsep hukum dan terminology itu dalam suatu keadaan spesifik harus ditentukan oleh seorang ahli hukum. Namun dalam perkembangan hukum di Indonesia mengarahkan fraud atau kecurangan pada sebuah tindakan kejahatan atau kriminologi. Hal tersebut dapat kita lihat pada banyaknya pasal dalam Undang undang tindak pidana korupsi masuk ke dalam buku dua KUHP dan 13 UU 31 tahun 2009 yo UU No 3/17 yo UU No 24/prp/60 tentang tindak pidana korupsi. Padahal seperti dibahas di bagian awal terkait teori filosofi fraud, seringkali fraud itu terkait sesuatu yang tidak melanggar hukum, namun melanggar etika atau moral yang ada di masyarakat. Kembali ke KUHP, kita akan membahas lebih mendalam terkait fraud. Unsur unsur yang ada dalam pasal 2 di atas adalah:
1. Perbuatan melawan hukum
2. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
3. perbuatan hukum tersebut dilakukan secara formil dan material, artinya perlu dibuktikan karena tercantum secara tegas dalam rumusan delik.
Sedangkan unsur yang ada dalam pasal 3 adalah:
1. perbuatan melawan hukum
2. menggunakan kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan Negara atau perekonomian Negara
Sedangkan unsur dalam pasal 13 adalah:
1. perbuatan melawan hukum
2. setiap orang yang memberi hadiah atau janji kepada pegawai negeri dengan mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatan atau kedudukannya
3. pemberi hadiah atau janji dianggap melekat pada jabatan atau kedudukan tersebut
Kriminologi dapat didefinisikan sebagai suatu pengetahuan empiris yang mempelajari dan mendalami secara ilmiah tentang kejahatan (fraud) dan orang yang melakukan kejahatan (penjahat). Kalau di uraikan secara skematis, maka dipelajari oleh kriminologi adalah:
1. gejala kejahatan, penjahat dan mereka yang ada sangkut pautnya dengan kejahatan
2. sebab sebab dari kejahatan
3. reaksi masyarakat terhadap kejahatan, baik resmi oleh penguasa maupun tidak resmi oleh masyarakat umum bukan penguasa.
Dalam mempelajari kejahatan sebagai gejala dalam masyarakat, karena menyangkut orang yang berbuat beserta lingkungannya, maka kriminologi tergantung pada hasil hasil penemuan ilmu ilmu pengetahuan lain, seperti antropologi, sosiologi, psikologi, ekonomi, kedokteran, statistic. Dengan demikian maka sifat kriminologi dapat dikatakan indisipliner. Ilmu memanfaatkan dan mengintegrasikan hasil hasil penemuan dari berbagai disiplin di bidang kemasyarakatan dan perilaku orang tersebut.
Mengingat akan hal ini maka kriminologi adalah disiplin yang factual dan bukan suatu disiplin yang normative, meskipun mempunyai hubungan istimewa dengan hukum, ialah hukum pidana. Hukum pidana menciptakan kejahatan dengan mengancam suatu perbuatan dengan saksi yang berupa pidana. Rumusan delik dalam hukum pidana inilah yang menjadi ruang pangkal dari kriminologi. Kriminalitas yang ada dalam batas batas yang ditetapkan oleh hukum pidana itulah yang menjadi pemikirannya. Kriminologi merupakan disiplin yang ideografis, artinya menggambarkan kenyataan kenyataan yang terjadi dalam masyarakat. Akan tetapi, di samping itu, ia juga merupakan disiplin yang nomothetis, yang berusaha memperoleh kenyataan kenyataan (dalil) hukum.
Kejahatan atau fraud yang merupakan objek kriminologi, juga menjadi objek dari ilmu hukum pidana. Akan tetapi dalam hal yang terakhir ini, diartikan sebagaimana secara abstrak dirumuskan dalam hukum pidana.
Ilmu hukum pidana merupakan ilmu normative. Enschede membedakan ilmu hukum pidana yang normative dan ilmu hukum pidana yang factual. Yang pertama, merupakan hukum pidana dan hukum acara pidana, sedang yang kedua meliputi antara lain, kriminologi, psikiatri dan psikologi forensic, sosiologi hukum pidana, ilmu hukum pidana oleh Enschede diartikan secara luas. Ilmu hukum pidana yang normative atau yang dogmatis mempelajari secara sistematis aturan aturan hukum pidana dan memberi keterangan mengenai penerapannya.
“Hubungan Konjungtur ekonomi dan kriminalitas”
Bahwa antara kemelaratan yang juga disertai dengan pengangkatan ada hubungan yang erat dengan kriminalitas sudah dapat diperkirakan orang. Namun penelitian menunjukkan, bahwa pengaruh keadaan ekonomi tidak sama dengan untuk semua kondisi. Merupakan suatu kenyataan bahwa juga dalam keadaan kemakmuran ekonomi yang tinggi, kejahatan tidak menurun secara mencolok, sehingga perlu diadakan penelitian tentang sebab sebab yang kriminologi. Sesudah itu mungkin dapat diperoleh jawaban apakah perlu hukum pidana di inzetten. Misalnya, apabila ternyata banyak terjadi spekulasi atau penyelundupan yang sangat merugikan, maka perlu dipikirkan adalanya kriminalisasi untuk spekulasi dan perubahan perubahan dari peraturan bea cukai, dan sebagainya.
“Masalah white collar crime”.
White collar crime ialah semua bentuk pelanggaran yang dilakukan dalam bidang pekerjaan atau profesi, misalnya oleh bankir, industriawan, pedagang, dan sebagainya. Jadi oleh orang orang yang termasuk upper class, yang semata mata berusaha memperoleh keuntungan material tanpa menghiraukan kerugian yang diderita oleh masyarakat sebagai akibat dari perbuatan mereka.
Penelitian kriminologis mengenai jenis kejahatan ini dapat dijadikan dasar untuk mengadakan revisi atas hukum pidana yang ada, misalnya aturan tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. Bisa juga peraturan yang sudah ada, perlu diubah, akan tetapi tindakan tindakan lain yang dipandang lebih efektif.
“Pembobolan Bank”
Pembobolan bank merupakan salah satu contoh white collar crime. Berita pembobolan bank yang mencuat beberapa waktu terakhir sungguh membuat kita tak habis pikir. Kepercayaan sebagai modal utama perbankan merangkul nasabah, terkesan disia siakan oleh oknum staf bank itu sendiri. Pelaku memang tak melirik nasabah penyimpan dan yang biasa biasa saja. Mereka mengincar nasabah kelas kakap yang dana simpanannya ratusan juga bahkan miliaran rupiah. Mereka bisa disebut nasabah prioritas, kelas utama atau private banking.
Setiap bank memiliki aturan tersendiri untuk golongan nasabah semacam ini. Misalnya, bank x mensyaratkan nasabah memiliki simpaman minimal 500 juta yang harus mengendap selama enam bulan. Bank akan menyeleksi nasabah tersebut. Jika lolos, beragam fasilitas akan diterima nasabah. Layanan untuk nasabah semacam ini prima, mulai dari ruang transaksi tersendiri, lounge eksekutif di bandara, hadiah khusus pada hari ulang tahun, hingga diundang hadir ke acara tertentu. Bahkan, menawarkan layanan untuk berinvestasi, di antaranya membeli reksadana. Nasabah semacam ini juga dilayani oleh staf khusus dari bank itu.
Banyak nasabah private banking yang berstatus pengusaha sibuk. Akibatnya, dengan senang hati menerima bantuan dari customer service bank untuk melakukan berbagai transaksi perbankan. Nasabah percaya, staf bank yang semalam ini menjadi tempat setianya menyimpan dana, tak akan berkhianat. Data lembaga penjamin simpanan menyebutkan, sampai akhir Februari 2011 terdapat 290.750 rekening dengan nominal 500 juta sampai 1 miliar. Untuk nominal 1 milyar sampai 2 milyar terdapat 138.830 rekening. Nominal 2 miliar sampai 5 miliar ada 69.730 rekening dan nominal 5 miliar atau lebih dimiliki 38.930 rekening.

Mengutip Ketua himpunan bank bank Negara, Gatot M Suwondo, sistem perbankan sudah cukup baik, namun, sebaik baiknya sistem , tetap akan tembus jika ada oknum yang memang berniat buruk. Bank yang kebobolan merasa kecolongan karena selama ini sudah menerapkan pengawasan internal. Deputi gubernur bank Indonesia Muliaman D. Hadad mengatakan, pengawasan bank selalu dilakukan. Khusus untuk kelas private banking, pengawasan dilakukan lebih ketat. Bahkan BI akan meninjau kembali aturan yang berkaitan dengan private banking semacam ini. Nah, untuk nasabah kelas utama, jangan diberi 100 persen kepercayaan. Anda jangan menandatangani blangko kosong atau lalai mengecek pernyataan materai yang dikirim bank. Mengutip pesan pejabat sebuah bank di Indonesia, “Trust nobody”, jangan percaya siapapun.

0 Response to "Memahami Kejahatan Korupsi Part 1"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label