Asian Development Model

Asian Development Model

Dibandingkan dengan Negara Negara Eropa Barat ataupun Amerika Utara, bahkan juga Amerika Selatan, secara umum Negara Negara Asia terhitung muda. Sebab terkecuali, Jepang dan Thailand, Negara di Asia rata rata mengalami kolonialisasi, yang juga dilakukan oleh Jepang, yang secara umum berlangsung hingga perang dunia kedua. Setelah perang dunia kedua berakhir, sejumlah Negara di Asia mulai membentuk Negara-bangsa.
Di kebanyakan Negara, proses menjadi Negara-bangsa tidak berlangsung mulus. Selain karena gangguan yang dilakukan Negara Negara colonial, sejumlah Negara bangsa mengalami kesulitan dalam menghimpun apa yang oleh Ernest Renan disebut sebagai kenangan kolektif di masa silam. Di sejumlah Negara, proses tersebut begitu lama. Bahkan, harus pula diselingi pemberontakkan bersenjata dalam kurun waktu cukup lama, sehingga proses pembangunan ekonomi maupun penyiapan infrastruktur yang diperlukan dalam pembangunan ekonomi, seperti pendidikan maupun hukum, sedikit terabaikan.
Selain itu, munculnya perang dingin, antara blok kapitalis yang dipimpin Amerika Serikat dengan blok komunis yang dipimpin oleh Uni Soviet dan selanjutnya dengan RRC, yang menjadikan kawasan Asia sebagai salah satu arena persaingan juga menjadi faktor yang menghambat proses pembangunan ekonomi. Pendeknya, banyak Negara di kawasan Asia yang terpaksa harus mempersatukan persoalan politik dalam jangka waktu lama, yang berlangsung hingga awal 1960 an.
Maka, boleh dikata, persoalan politik di kebanyakan Negara Asia mulai mereda di awal 1960 an. Mulai saat itulah terjadi perubahan konsentrasi dari persoalan politik ke ekonomi. Perubahan tersebut mendapatkan momentum yang tepat karena bersamaan dengan mulai kembali bangkitnya Jepang sebagai sebuah Negara industri setelah nyaris hancur lebur karena perang dunia kedua. Meski demikian, upaya pembangunan ekonomi tidak berlangsung secara serempak di Asia. Banyak Negara di Asia yang hingga akhir 1960 an belum mencapai kestabilan politik sebagai akibat konflik perang dingin pasca perang dunia yang meluas hingga ke asia.
Yang jelas, Negara Negara yang lebih dulu menjadi newly industrialized countries alias yang berada di lapis utama pertama formasi flying geese merupakan Negara yang lebih dulu menikmati kestabilan politik. Repotnya, hal tersebut dicapai dengan sistem otoriter. Ini memang membuat pembangunan ekonomi bisa berlangsung cepat, tapi dengan distorsi ekonomi – politik.
Terlepas dengan adanya distorsi ekonomi politik, proses pembangunan ekonomi di sejumlah Negara di Asia berlangsung cepat. Paling tidak, itu bisa dilihat dari besaran maro ekonomi, dan itu berlangsung dalam jangka waktu lama. Karena itu, sebelum krisis, muncul gugatan bahwa proses pembangunan ekonomi di Asia banyak yang tidak diiringi dengan pembanguan politik, seperti demokratisasi, kebebasan berserikat dan berpendapat, serta penghormatan. Sejumlah pemimpin Asia berusaha berlindung di balik Asian values. Asia memang punya konsep waktu itu tidak ada bukti kuat bahwa Asian values ini membebani proses pembangunan ekonomi. Asian values kemudian dianggap sebagai the winning strategy, yang tentu saja mesti dipertahankan. Tak peduli bahwa di balik Asian values itu ada sejumlah distorsi ekonomi-politik.
Ketika tantangan lingkungan global dan persaingan antar kawasan belum begitu ketat, sehingga bisa menikmati pertumbuhan tinggi dan kestabilan makro ekonomi dalam jangka waktu lama, distorsi ekonomi-politik yang sering tersembunyi dalam Asian values itu mungkin tidak menjadi masalah. Tapi, ketika kestabilan makro ekonomi asia mulai menurun, sering dengan meningkatnya ketidakpastian terhadap masa depan perekonomian Asia, kepercayaan terhadap masa depan perekonomian menurun sangat tajam. Salah satu hal yang harus dilakukan untuk memulihkan kembali kepercayaan adalah meningkatkan transparasi dan fairness, atau harus menghapus distorsi ekonomi-politik
Itu jelas bukan suatu yang tidak mungkin dilakukan, karena hanya membutuhkan kemauan. Bahkan, Negara Negara Asia yang tidak mengalami goncangan hebat krisis, tapi masih menerapkan Asian development model, perlu mempertimbangkan adanya revisi. Development model, perlu mempertimbangkan adanya revisi. Mungkin tidak perlu besar besaran. Yang penting sudah bisa menjawab tuntutan tuntutan seperti amanat, kompeten, transparan dan fairness. Apabila hanya revisi yang harus dilakukan, nasib Asian development model jelas lebih baik dibandingkan flying geese yang harus dilupakan sama sekali

By Hermawan K (Majalah Gamma, 28-4 Juli 2000)

0 Response to "Asian Development Model"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label