The Right Message On The Wrong Time

The Right Message On The Wrong Time

Iklan menarik, tapi tidak banyak mempengaruhi penjualan, tentu tidak mengenakkan. Sebab upaya membuatnya tentu besar, sedangkan hasilnya tak sebanding. Tak mudah menghadapi kasus semacam ini, karena penyebabnya sering kali kompleks.
Bisa karena iklannya terlalu bagus atau berkelas, dan kemudian membuat target pasar merasa sudah mendapatkan apa yang ditawarkan hanya dengan melihat iklannya. Inilah yang dulu terjadi pada Bentoel Biru, dengan iklan I love the blue of Indonesia. Padahal, produknya cukup dikenal dan pasar tidak perlu lagi dieduaksi.
Namaun, ada produk yang iklannya menarik tapi tidak mendapatkan sambutan bagus dari konsumennya, karena target pasar belum merasa membutuhkan. Penyebabnya, proses edukasi oasar belum berjalan bagus. Inilah yang terjadi pada Axe.
Deodorant, sebagaimana yang kita ketahui punya manfaat fungsional dalam bentuk bau badan yang harum dalam jangka waktu lama. Dan tentu saja punya manfaat emosional dalam bentuk kepercayaan diri yang lebih tinggi.
Untuk wanita, dari kelompok demografis apapun, manfaat fungsional dan manfaat emosional merupakan sesuatu yang mereka butuhkan. Apalagi, kalau kereka harus bertemu banyak orang. Apalagi, kalau mereka harus bertemu banyak orang. Lagi pula, bau yang harus akan membuat diferensiasinya bertambah kuat.
Ini berbeda dengan pria. Belum semua kelompok demografis merasa bahwa bau badan harum merupakan hal penting. Lebih repot lagi, banyak di antara mereka yang tidak sadar bahwa dari tubuh mereka muncul bau badan yang tidak mengenakkan dan bisa menganggu orang orang di sekitarnya. Dan, mereka masih penuh percaya diri.
Secara demografis, saat ini, pria yang tidak merasa perlu bau badan harum tapi tetap penuh percaya diri, ada pada kelompok menengah bawah, kelompok yang kebetulan merupakan sasaran Axe. Dengan kondisi semacam itu, tak mengherankan kalau Axe belum direspons bagus dari target pasarna, meski iklannya menarik.
Hanya saja, iklan yang menarik kadang tidak jelas definisinya. Ada yang memang dianggap menarik oleh semua kalangan seperti iklan I love the blue of Indonesia nya Bentoel. Namun, ada iklan yang menarik untuk kelas tertentu saja. Menurut saya, iklan Axe menarik untuk kelompok demografis menengah atas. Soalnya, iklannya terutama dengan pendekatan sensualitas, harus diakui cukup berkelas. Karena itu, sewaktu melihat iklannya, saya punya bayangan bahwa produk ini ditujukan pada demografis menengah atas. Baru setelah mengetahui harganya, tahulah saya bahwa produk ini ditujukan pada kelompok menengah bawah.
Toh, ini tidak berarti bahwa produk dengan segmen demografis sangat lebar, alias bisa menjangkau lapisan bawah hingga atas, tidak perlu membuat iklan menarik. Lux, menurut saya produk dengan segmen demografis yang luas. Namun, dari tahun ke tahun, iklannya selalu menarik dan berkelas. Itu pun masih ditambah keberadaan bintang bintang film yang ayu dan sedang ngetop ngetopnya.
Kenapa Lux bisa berhasil? Semua wanita dari kelas apapun pasti ingin cantik. Dan Lux dengan komunikasi pemasaran yang konsisten dari tahun ke tahun, dalam kurun panjang, memang mendorong target pasarnya bermimpi menjadi cantik, seperti bintang bintang film dengan memakai Lux.
Hal yang sebaliknya terjadi pada Axe. Tidak semua pria, dari kelas apapun, merasa perlu punya bau badan harum sepanjang waktu. Yang penting bisa tampil bersih dan segar sewaktu bertemu orang. Maklum, memang inilah yang langsung mendapatkan perhatian target pasarnya. Dan kebetulan, orangnya sendiri juga menyadari hal itu. Ini bedanya dengan bau badan harum untuk waktu yang cukup lama. Banyak pria yang belum sadar akan hal tersebut. Meski, sebetulnya sudah menimbulkan ketidaknyamanan dari pasar sasarannya.
Maka, tugas Axe yang tidak boleh tidak harus dilakukan adalah mengedukasi target pasarnya. Kenapa? Karena, masih banyak pria yang belum membutuhkan badan yang harum dan sekaligus bisa meningkatkan kepercayaan diri. Sementara, iklan iklan Axe yang dulu maupun sekarang, sepertinya belum menaruh perhatian yang cukup atas kondisi target pasar semacam ini. Sehingga frekuensi kemunculan yang tinggi tidak banyak berpengaruh. Dengan kata lain, iklan Axe yang dulu maupun yang sekarang muncul di televise, tampak menjadi terlalu maju untuk pasar sasarannya. Alias, menjadi the right message on the wrong time.
Tentu, edukasi pasar hanya salah satu cara mendapatkan respons bagus dari target pasarnya. Yakni, menunjukkan diferensiasinya. Khususnya dalam menjaga bau badan untuk kurun lama. Jangan sampai harumnya hanya sebentar, dan kemudian malah merangsang tubuh mengeluarkan aroma asli yang bisa menimbulkan ketidaknyamanan buta orang orang di sekitarnya.
By Hermawan K (SWA 11/XV/3-16 Juni 1999)





0 Response to "The Right Message On The Wrong Time"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label