Berubahlah, Sebelum Dipaksa Berubah

Berubahlah, Sebelum Dipaksa Berubah

Barangkali sudah banyak yang tahu bahwa buku terbaru saya, yang ditulis oleh bersama marketing guru, Philip Kotler, repositioning asia: from bubble to sustainable economy, bermula dari “tugas” yang diberikan kotler kepada saya, saat kami sama sama menjadi pembicara di sebuah seminar rusia marketing federation pada September 2000. Tapi, bisa jadi belum banyak yang tahu bahwa sebetulnya ada tugas lain yang diberikan kotler kepada saya, yaitu penjabaran rumus Einstein di dunia marketing.
Waktu itu, setelah seminar selesai kotler mengajak saya ngobrol. Saya cerita bahwa saya dulu pernah jadi guru goneometri dan fisika di salah satu SMA di Surabaya, ia lantas teringat pada albert Einstein, salah satu fisikawan paling berpengaruh dalam 100 tahun terakhir. Kebetulan, dia juga merupakan salah satu pengagum Einstein. Tentu saja, bicara soal Einstein meski juga bicara rumusnya yang terkenal E=mc^2. Hanya saja, karena kotler adalah marketing guru, diapun waktu itu langsung tanya bagaimana rumus tersebut bisa diaplikasikan di marketing.
Sesampainya di Jakarta, segera saya pelajari kembali rumus Einstein dan tentu saja fenomena yang kira kira sesuai dengan rumus tersebut. Setelah saya pelajari saksama, dua hari kemudian saya sudah langsung mengirim jawaban ke kotler. Bahwa rumus Einstein tersebut pararel dengan fenomena mutakhir marketing, internet marketing, kenapa?
Sebagaimana diketahui, di rumus Einstein, besar kecilnya energy bergantung ada besar kecilnya massa dari suatu benda, dan bukannya kecepatan cahaya yang magnitudenya besar. Sebab, di rumus Einstein itu, kecepatan cahaya adalah given. Nah, kecepatan cahaya yang given itu hampir sama dengan posisi computer dan communication bukanlah hal yang eksklusif bagi perusahaan tertentu. Bahkan, berkat, computer dan communication (yang membentuk jaringan global) perusahaan pop dan mom shop bisa tampak sama dengan sebuah perusahaan raksasa global di mata konsumen. Lalu, apa yang membedakan? (konsep) marketingnya!
Sebulan kemudian, ketika kami kembali sama sama diundang sebagai pembicara seminar, yaitu seminar marketing institute of Singapore, saya pun segera mempresentasikan rumus tersebut. Kotler ternyata setuju dengan argument sama. Bahkan, ia pun sepakat untuk menamai rumus internet marketing yang dimodifikasi dari rumus Einstein tersebut kotler-kertajaya formula. Dengan kata lain, saya pun bisa menyelesaikan tugas pertama.
Harus saya akui, kotler-kertajaya formula itu selama ini tidak saya sosialisasikan dengan gencar. Kenapa?, di Indonesia, saya tidak menemukan forum yang tepat. Soalnya, Indonesia yang sedang disibukkan dengan berbagai macam krisis menyebabkan sedikit sekali kalangan di Indonesia yang serius membangun net company. Dan yang menarik, di antara yang sedikit itu, yaitu yang sudah serius membangun net company, ternyata beberapa di antaranya sudah menerapkan konsep marketing. Meskipun, waktu itu mungkin belum mereka sadari bahwa mereka sudah melakukan hal tersebut.
Hanya saja, ketika Indonesia sudah mulai stabil dan orang sudah melihat bagaimana di dunia internasional banyak orang yang tiba tiba mendapat duit besar dari membangun net companies, saya pun secara tidak langsung mulai mensosialisasikan formula internet marketing. Misalnya, ketika melihat beberapa perusahaan dotcom baru yang muncul di awal tahun ini, saya dalam sejumlah forum pada saat itu bilang bahwa di internet pun konsep marketing tetap punya peranan penting. Mulai dari branding hingga unsur unsur lain dalam 9 elemen inti pemasaran. Bahkan, ketika melihat banyak dotcom baru jor joran dalam beriklan, saya saat itu tidak segan segan mengingatkan bahwa membangun ekuitas merek dengan cara semacam itu tidak efektif.
Tapi, di tengah tengah puncak eforia internet, dan banyak yang percaya bahwa internet adalah sebuah dunia yang sama sekali baru, rupaya tidak banyak yang memperhatikan anjuran tersebut. Maklum , karena mereka melihat bahwa di tingkat dunia banyak yang melakukan hal yang serupa, tapi ternyata tidak kerepotan mendapat investor strategies maupun dalam IPO. Namun, begitu eforia internet di tingkat dunia mulai pudar pada April lalu, menyusul jatuhnya indeks Nasdaq, orang pun mulai lebih hati hati dalam mengembangkan bisnis berbasis internet. Misalnya, dengan mula mengkaji ulang solid tidaknya model bisnis yang mereka kembangkan, dan tentu saja mulai lebih hati hati dalam kampanye membangun merek.
Yang menarik, tak lama kemudian banyak the incumbents di Indonesia yang mulai mengembangkan bisnis berbasis internet. Kebanyakan di antara mereka, karena sudah punya jam terbang yang tinggi dalam dunia bisnis, lebih hati hati dalam melangkah. Solidnya model bisnis misalnya, mereka pertimbangkan. Hal itu bahkan dilakukan dengan memanfaatkan basis bisnisnya di dunia lama.
Tentu saja ini merupakan suatu fenomena yang menggembirakan, karena banyak net company di Indonesia, baik yang merupakan the insurgents maupun the incumbents yang rupanya ingat kembali dengan kalimat terkenal jack welch, yang juga menjadi salah satu judul bukunya, control your destiny or somebody else will, atau kalau diterjemahkan secara bebas, tentu dengan mengacu pada isi bukunya, adalah: berubahlah, sebelum dipaksa orang lain untuk berubah.
Dan, kebetulan situasinya mendukung. Pertama, karena belum ada net company yang sempat mengecap enaknya eforia internet, yaitu mendapat duit besar dari go public, maka dorongan untuk berubah itu memang harus datang dari diri sendiri. Keua, semakin demandingnya investor, yang selama ini menjadi target pasar utama net company
Welcome to the era of self renewal!!
By Hermawan K (Bisnis Indonesia, 30 Oktober 2000)


0 Response to "Berubahlah, Sebelum Dipaksa Berubah"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label