Belajar Dari Singapore Part 1: Three Steps Formula Singapore

Belajar Dari Singapore Part 1: Three Steps Formula Singapore

Bisa jadi banyak yang bingung, mengapa Negara yang sebetulnya tidak ada apa-apanya bisa menarik orang luar berkunjung ke sana, dalam jumlah beberapa kali lipat penduduknya. Ini bukan hanya sekedar tidak punya kekayaan alam atau tempat pemandangan alam yang bagus, tapi sebenarnya kehidupan malam yang jauh dari menggelora. Jangankan dibandingkan dengan Manila, Bangkok atau Hong Kong, dengan Jakarta atau kota kota besar Indonesia lainnya sekalipun, suasana kehidupan malam di Singapore masih kalah menarik. Maklum, terlalu banyak diatur ketat.
Namun, buat saya, apa yang terjadi sebetulnya, wajar wajar saja. Singapore yang mungkin tampak tidak punya keunikan di bidang wisata di kacamata awam, sebetulnya punya keunikan yang sulit ditandingi tempat tempat lain. Orang akan bilang bahwa Singapore adalah tempat yang bersih, nyaman dan aman. Yang mungkin dilupakan banyak orang adalah aspek orang orangnya.
Mereka mungkin bukan orang orang yang secara alami ramah terhadap orang luar. Toh, tidak bisa dimungkiri, mereka friendly terhadap orang luar. Mulai dari spoor taksi hingga orang orang yang jualan di toko, membuat orang luar merasa aman dan nyaman. Selain para front liner hampir seluruhnya bisa bahasa Inggris, sesuatu yang sulit ditemui di Bangkok, Jakarta atau Hong Kong. Kadang kadang mereka juga sedikit tahu dan bisa bahasa nasional sejumlah Negara. Meski mungkin tampak tidak penting, inilah yang menurut saya menguatkan perasaan nyaman dan aman. Karena, komunikasi yang lebih heart to heart membuat orang luar jadi feel  at home.
Selain itu, reputasi para front liner juga bagus. Kalau anda naik taksi di sana, jangan kaget kalau mereka bukan hanya sekedar tahu tempat makan yang enak dan murah ataupun tempat belanja barang yang bagus dengan harga lebih murah, tapi juga sering menganjurkan jangan belanja banyak barang di Singapore, melainkan di Johor. Apakah mereka bukan orang Singapore, kok bicara begitu?
Mereka orang Singapore juga. Namun, mereka tidak mau menutupi kenyataan bahwa harga barang barang di Singapore lebih mahal dibandingkan di Johor. Nah, berhadapan dengan orang orang terbuka dan jujur seperti itu, orang luar jelas tambah merasa nyaman. Maka, meski tak banyak yang bisa dilihat, jalan jalan di sama memang terasa nyaman. Ditambah lagi ,kerusuhan atau sweeping “resmi” atau “tidak resmi” di tempat tempat keramaian itu memang tidak ada. Sehingga, jalan jalan di sama memang benar benar merasa nyaman. bukan hanya sopir taksi yang mau terbuka dan jujur, di toko toko pun orang luar juga akan merasa nyaman. karena selain jarang sekali ditemukan yang mematok harga kelewat tinggi, juga kadang kadang mereka tahu dan bisa sedikit berbahasa sesuai dengan Negara asal wisatawan. Sehingga, orang luar yang belanja di sana, bisa jadi akan memperhitungkan hal tersebut sebagai salah satu manfaat emosional. Dengan kata lain, meski mungkin lebih mahal dibandingkan di tempat tempat lain, karena total get masih lebih besar dibandingkan total give.. ya…tidak masalah
Mengandalkan hal hal yang mendasar bukan hanya bisa ditemui di sektor wisata, tapi juga sektor bisnis. Semua prasyarat untuk menjalankan bisnis secara nyaman bisa ditemui di sana. Mulai dari infratruktur yang bagus, high skill labor dengan bahasa inggris yang bagus serta punya pemahaman dan jejaring yang bagus, bisnis internasional, dan yang lebih penting lagi didukung dengan birokrasi yang smart, efektif, efesien dan tidak korup. Pendek kata, benar benar probisnis.
Lalu, dari mana semua itu bisa terwujud? Kalau dulu orang Hong Kong membanggakan diri sebagai the survivors, menurut saya hal yang sama sebetulnya juga ditemukan pada orang orang Singapore. Sadar tidak punya apa apa, dan sekedar sebagai tempat transit, kaka servis dengan S besar benar benar menjadi paradigma orang orang Singapore. Yang kemudian mewujud ke dalam keramahan, kejujuran dan berusaha menciptakan nilai bagi orang lain.
Tentu, ini tidak muncul tiba tiba. Dan suka atau tidak suka, cara tangan besi, termasuk bermacam macam denda, memang dibuat untuk membuat paradigma tersebut menjadi hidup dan kemudian diterjemahkan dalam berbagai macam aktivitas, termasuk mewujudkan lingkungan yang nyaman, sehingga, hasilnya pun tampak jelas, jumlah orang luar yang berkunjung ke Singapore beberapa kali lipat dari jumlah penduduknya.
Bisakah hal tersebut dipertahankan? Keberadaan birokrat yang smart, menjadikan mereka tidak gampang dihinggapi complamency atau punya comfort zone. Sadar bahwa banyak Negara atau kota besar lain di Asia bermaksud mengikuti jejaknya, Singapore terus berusaha memperbaiki diri, termasuk menjadikan dirinya lebih cosmopolitan dan yang lebih penting lagi, membuat orang orang yang kreatif merasa nyaman tinggal di sana. Antara lain dengan mendorong berbagai pertunjukan atau aktivitas seni kelas dunia, seperti operas kelas satu, bisa tampil di sana.
Singkat kata, Singapore memang menjalankan three steps formula of marketing places secara konsisten,
Pertama, be a good host, terwujud melalui pemerintah, komunitas dan wirausahawan yang punya pengetahuan dan didukung dengan media, transporatasi dan telekomunikasi serta memunculkan kebijakan, aktivitas dan bisnis yang membuat perdagangan, pariwisata dan investasi tumbuh dan berkembang di sana.
Kedua, treat your guest, traders, tourists dan investor – properly melalui organizers, developers dan talents.
Ketiga, build home sweet home melalui universitas, infrastruktur, fasilitas dan events serta aktivitas lain.
Jadi, tak heran kalau hasilnya sangat bagus.

By Hermawan K (SWA 09/XVIII/2-15 Mei 2002)

0 Response to "Belajar Dari Singapore Part 1: Three Steps Formula Singapore"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label