Cara Memilih Teman Terbaik Part 1

Cara Memilih Teman Terbaik Part 1

Yakobus 2:1-3, “Saudara saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang miskin ke situ dengan memakai pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: “Silahkan tuan duduk di tempat yang baik ini!”, sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: “Berdirilah di sana!” atau “duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!”, bukanlah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang  jahat?”
Memilih teman adalah sesuatu yang biasanya ingin anda lakukan untuk anda sendiri.
Jika anda tidak percaya itu, tanyakan kepada seorang remaja. Tampaknya tidak ada yang begitu penting bagi kaum remaja selain teman teman mereka. Jika anda ingin kehilangan anak anak remaja anda, usirlah teman temannya. Anda akan segera mendapat anak anak anda pergi bersama mereka. Sebaliknya, jika anda bisa menarik teman teman mereka masuk dan menjadikan mereka bagian dari keluarga anda, anda akan mendapati anak anak diam bersama anda juga.
Nilai persahabatan mungkin dapat terlihat paling hidup di kalangan para remaja, tetapi kecenderungan yang sama juga terjadi pada orang orang dewasa, bukan?, kita ingin memilih teman teman kita sendiri dan kita tidak ingin orang lain memberi tahu kita siapa yang harus kita sukai atau tidak sukai.
Sayangnya, jika kita memilih teman untuk alasan yang salah, hal ini dapat menimbulkan pertentangan dengan hidup keKristenan kita.
Dalam sebuah esai pendek berjudul, The inner ring, C.S. Lewis menganalisa hasrat kita untuk berteman dengan orang orang yang tepat. Ia memperhatikan bahwa sewaktu kita menjadi bagian dari sebuah kelompok, kita bukan hanya peduli untuk menjadi bagian dari kelompok itu, tetapi untuk masuk ke dalam lingkaran inti dari kelompok itu, untuk menjadi akrab dengan orang orang yang tampaknya memberi dinamika atau kepemimpinan bagi kelompok. Namun, jika kita berhasil melakukannya, kita segera menemukan bahwa ada sebuah lingkaran di dalam lingkaran. Kita coba memasukinya, kemudian lingkaran berikutnya. Lewis berargumentasi bahwa ini adalah sebuah usaha yang sia sia, karena tidak peduli lingkaran mana yang anda masuki, selalu ada lingkaran lain yang tampaknya tidak diinginkan, dan di balik itu ada yang bahkan lebih eksklusif.
Lewis membandingkan hasrat yang salah itu, dengan sikap Allah, yang tidak mendirikan lingkaran lingkaran kecil yang eksklusif, tetapi menjangkau melebihi lingkaran “inti” yang sejati dari keAllahan yang memasukkan orang orang yang sebaliknya, tidak memiliki harapan untuk dimasukkan. Allah memperluas kasih karuniaNya kepada kita di dalam Tuhan Yesus Kristus, dengan demikian menjangkau keluar untuk membawa kita ke dalam persekutuan denganNya.

ORANG KAYA, ORANG MISKIN
Ini adalah persoalan yang dibahas Yakobus dalam bagian pertama pasal dua dari suratnya, favoritisme atau ekslusivisme. Dalam ayat ayat tersebut, Yakobus menggambarkan masalah keeksklusifan dengan bahasa yang begitu tajam dan spesifik sehingga kita yakin ia menggambarkan apa yang dilihatnya sendiri di dalam Gereja Yerusalem, tempatnya melayani.
“Saudara saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka. Sebab, jika ada seorang masuk ke dalam kumpulanmu dengan memakai cincin emas dan pakaian indah dan datang juga seorang yang miskin ke situ dengan pakaian buruk, dan kamu menghormati orang yang berpakaian indah itu dan berkata kepadanya: “silahkan duduk di termpat baik ini!”. Sedang kepada orang yang miskin itu kamu berkata: “berdirilah di sana!” atau “duduklah di lantai ini dekat tumpuan kakiku!”, bukankah kamu telah membuat pembedaan di dalam hatimu dan bertindak sebagai hakim dengan pikiran yang jahat?”” (ayat 1-4).
Akan tetapi, masalah ini tidak hanya muncul di Yerusalem. Kita melihatnya di sekeliling kita, di dalam lingkaran kita sendiri pula.
Frank E Gaebelein, seorang mantan kepala sekolah Stony Brook school di Long Island, menulis sebuah eksposisi pendek tapi bijaksana dari Yakobus, ia bertanya, “Bukankah kita telah melihat hal yang sama di Gereja gereja kita saat ini? Hati manusia tidak berubah, dari abad ke 20 kita juga telah berpegang pada iman kepada Tuhan Yesus Kristus, Tuhan yang mulia, dalam menghormati orang lain. Dengan berpikir bahwa orang kaya adalah sumber uang yang potensial bagi pelayanan kita, kita kadang kadang mencurahkan perhatian dan pujian yang tidak pantas kepada mereka, sementara memperlakukan yang miskin dengna kurang hormat. Faktanya jelas bahwa tindakan semacam itu, yang didapati kapan saja di dalam Gereja Kristen, secara menyedihkan menyingkapkan tidak adanya iman. Jika kita memandang, Allah sepenuhya untuk memohon pertolongan, kita tidak akan membuat perbedaan tersebut. Perlu juga diakui bahwa sedikit hal dalam Perjanjian Baru yang lebih diabaikan dalam pelayanan Kristiani kepada prinsip tidak menghormati orang ini. Kita hanya dapat menerima tegurannya, mengatakan dengan tekad baru untuk mempercayai Allah dengan lebih utuh: “Saudara saudaraku, tidak boleh demikian demikian terjadi””.
Kita cenderung memberi preferensi kepada orang orang yang dinilai dunia penting, bukankah begitu? Orang orang yang memiliki uang, kekuasaan atau kedudukan mendapatkan perhatian khusus.
Bahkan itu kasus yang terjadi pada zaman kita sekarang ini, dimana pendekatan kita terhadap penginjilan mempromosikan hal ini secara terbuka. Kita berfokus kepada orang orang penting, berdalih bahwa jika kita menjangkau orang orang penting, sisanya akan mengikuti, tergerak oleh teladan mereka. Tentu saja, itu tidak terjadi. Tak ada orang yang dilahirkan kembali hanya mengikuti teladan orang lain. Kelahiran baru adalah pekerjaan Allah, dan Allah tidak menunjukkan favoristisme. Sebaliknya, “tetapi apa yang bodoh bagi dunia, dipilih oleh Allah untuk memalukan orang orang yang berhikmat, dan apa yang lemah bagi dunia, dipilih Allah untuk memalukan apa yang kuat, dan apa yang tidak terpandang, dan apa yang hina bagi dunia, dipilih Allah, bahkan apa yang tidak berarti, dipilih Alah untuk meniadakan apa yang berarti, supaya jangan ada seorang manusia pun yang memegahkan diri di hadapan Allah” (1 Kor 1:27-29).
Ini artinya pendekatan pada penginjilan yang sengaja berfokus kepada orang orang penting secara eksklusif adalah salah!.
Namun, kita juga perlu katakana bahwa sebaliknya pun salah!
Beberapa orang yang mengambil pendekatan ini, berdalih bahwa Injil terutama bagi orang miskin, dan karena terlalu banyak menekankan hal ini, akhirnya mereka nyaris berkesimpulan bahwa Injil hanya bagi orang miskin. Mereka berpikir bahwa orang kaya atau orang penting, entah bagaimana, tidak pantas menerimanya. Mereka berkata, “saya tidak mau berurusan dengan orang orang kaya tersebut, mereka menyiksa orang miskin, merekalah penyebab masalah”. Pendekatan semacam ini bisa sama buruknya.
Dan ini ada sebuah kualifikasi lain.
Kita seharusnya jangan berkata bahwa strategi penginjilan yang menekankan sebuah lapisan sosial tertentu pasti bukan Kristen. Semua tergantung pada apa yang anda coba lakukan. Jika anda bekerja di sebuah SMU dan berusaha menjangkau sebuah spekstrum yang luas dari murid murid SMU, mungkin adalah bijaksana untuk mencoba menjangkau para pemimpin alami dari kelompok usia itu terlebih dahulu, karena para remaja sangat berorientasi pada teman sebaya. Dengan cara itu para penginjil dapat mempunyai peluang yang lebih besar untuk menjangkau yang lain. Ia menjangkau kelompok pertama karena ia peduli tentang yang lain, dan ingin sekali menjangkau mereka pula.
Di sisi lain, sayangnya ada semacam penginjilan yang berusaha menjangkau orang orang penting, bintang bintang, atlet, tokoh tokoh artis, atau selebriti politik, hanya untuk memamerkan mereka di hadapan hadiran sebagai piala. Dan ini, sebagaimana yang sudah saya katakan, adalalh salah dan berdosa. Seharusnya tidak ada tempat untuk itu di kalangan orang orang Kristen sejati.

MENGHADAPI PERSOALANNYA
Akan tetapi, kita sudah cukup membahas persoalannya. Sekarang kita perlu melihat bagaimana Yakobus menangani apa yang dilihat terjadi di dalam Gereja Yerusalem, karena perkataannya dapat menjadi sebuah pola bagaimana kita dapat menangani diskriminasi salah yang sama antara orang orang yang dianggap “penting” dan yang dianggap “tidak penting” di dalam Gereja kita saat ini atau menurut kita sendiri.
1. TELADAN YESUS KRISTUS
Dalam ayat 1-4, Yakobus menunjukkan pola Tuhan Yesus Kristus kepada pembacanya. Yang saya maksudkan dengan hal ini adalah bahwa bukankah suatu kebetulan bila Yakobus membuka pasal ini dengan berkata, “saudara saudaraku, sebagai orang yang beriman kepada Yesus Kristus, Tuhan kita yang mulia, janganlah iman itu kamu amalkan dengan memandang muka”. Penekanannya ialah pada Yesus Krisuts dan tujuannya adalah untuk mengingatkan para pembaca tentang teladan Yesus yang kuat.
Kata “mulia” juga sangat penting. Dengan mengacu kepada Yesus Kristus sebagai yang “mulia”, Yakobus mengingatkan kita bukan kepada Yesus yang rendah dan miskin pada masa penghinaanNya di bumi, tetapi kepada Yesus yang berada dalam kemuliaan bersama dengan Bapa sebelum penjelmaan, dan yang sekarang berada dalam kemuliaan yang sama itu. Ini adalah Kristus demi kita, sebagaimana dikatakan Paulus dalam Filipi 2, menanggalkan diriNya dari kemuliaanNya, dan menjadi taat sampai mati demi kita.
“Yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu, sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan mengosongkan diriNya sendiri, dan mengampil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia, dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya, dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib” (ayat 6-8).
Yakobus sedang berkata, “Jika dalam berhubungan di dalam jemaat Kristen, anda menunjukkan perhatian khusus kepada mereka yang dipandang penting, biarlah anda ditantang oleh teladan Tuhan kita. Dia adalah penting. Dia adalah dan masih Tuhan yang mulia. Namun, jika Dia telah bertindak berdasarkan siapa yang penting, baik diriNya maupun orang lain, tentunya Dia tidak akan pernah datang ke bumi untuk mati buat kita. Apa yang jelas dilakukanNya ialah melepaskan hak istimewaNya yang mulia supaya Dia dapat menjadi sama dengan kita dan menyelamatkan orang orang seperti anda dan saya, orang orang yang secara duniawi sama sekali tidak penting”.
Mungkin Yakobus juga menyinggung Yesus Kristus sebagai sebuah teladan dari suatu gaya hidup yang diperlukan. Siapakah Yesus yang kita kenal?, Yesus yang kita kenal ialah Kristus dari Injil, yang hidup sebagai orang miskin di tengah tengah orang miskin, dan orang orang yang tertindas, yang melakukan kebaikan, mengajar mereka kebenaran, dan mati bagi keselamatan mereka. Kepada Dialah kita telah datang untuk mengenal dan mengasihiNya.
Sebab itu, ketika Yakobus menyinggung Kristus, ia mengarahkan pikiran kita kepadaNya supaya kita mendapatkan perspektif yang tepat dan memiliki teladan yang benar.

2. NILAI INDIVIDUAL
Dalam ayat 5-7, Yakobus berbicara tentang nilai yang melekat pada orang miskin sehingga ia sering dianggap tidak penting di mata dunia. Memang benar, bahwa Allah juga menyelamatkan orang kaya, tetapi dalam Alkitab Dia tampaknya menunjukkan kepedulian khususNya terhadap orang miskin. Dalam bukunya Rich Christians in an age of hunger, Ronald J Sider, menunjukkan kebutuhan fisik genting yang dimiliki sejumlah besar orang di dunia. Lalu, dengan berulang kali mengutip dari Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, ia menunjukkan kepedulian besar yang dimiliki Allah bagi orang miskin.
Tentu saja ini tidak berarti bahwa Allah tidak peduli kepada mereka yang keadaannya lebih baik. Jika Allah hanya peduli kepada orang miskin, tidak banyak orang di dunia barat yang akan diselematkan, karena dibandingkan dengan orang orang miskin di dunia ini, kebanyakan kita memang sangat kaya. Ini lebih berarti bahwa Allah memiliki kepedulian khusus kepada mereka yang tidak memiliki harta benda duniawi, mereka yang miskin dalam hal materi. Memang, Alkitab mengatakan bahwa Allah telah bekerja sehingga mereka, walaupun miskin dalam hal hal kekayaan duniawi, dapat menjadi kaya dalam iman dan kekayaan rohani lainnya.

Pertanyaan yang diajukan oleh Yakobus kurang lebih seperti ini: jika Allah telah bertindak dengan cara ini, jika Allah telah menjangkau untuk menyelamatkan orang orang miskin yang dipandangNya berharga, bukankah seharusnya itu juga menjadi pendirian dari sikap umatNya?

0 Response to "Cara Memilih Teman Terbaik Part 1"

Posting Komentar

Postingan Populer

Label